Sekretaris Natsir ketika jadi Perdana Menteri, Maria Ulfa mengungkap hal yang bisa mustahil terjadi di era sekarang. Ketika mengundurkan diri sebagai PM, Natsir menolak dana taktis yang sebenarnya jadi miliknya. Ia memberikan seluruh dana itu untuk koperasi karyawan. Setelah mundur, Natsir seperti orang yang tak kehilangan apapun, ia pulang ke rumah dengan membonceng sepeda bekas sopirnya.
Ketika Republik masih muda, teladan seperti yang dipraktekan Sri Paus dan Muhammad Natsir sebenarnya cukup banyak.
Kita tahu Mohammad Hatta, sang proklamator Republik itu, hingga akhir hayatnya tak mampu membeli sepatu Bally yang sangat diidam idamkan. Ia begitu terobsesi hingga menggunting potongan iklan sepatu Bally dan menempatkannya di sela sela buku yang ia baca.
Hingga akhir hayatnya, Bung Hatta hanya memiliki harta berupa tumpukan buku buku. Buku pula yang menjadi mas kawin saat ia meminang Rahmi Hatta pada 18 November 1945, sesuai janjinya baru akan menikah setelah Indonesia Merdeka.
Saat pensiun Bung Hata bahkan pernah tak bisa membayar tagihan rekening listrik dan PAM. “Bagaimana saya bisa membayar dengan uang pensiun saya,: ujar Hatta lewat surat kepada Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin.
Sahabat Hatta, Soekarno juga pernah menjual mobil pribadinya untuk pembangunan Patung Dirgantara di Pancoran, Jakarta. Setelah lengser dari Presiden, Soekarno terus mencicil biaya pembuatan monument dari kocek pribadi, termasuk menjual mobil kesayangannya Buick seri 8. Hingga Bapak Bangsa ini meninggal dunia pada 1970, hutang itu belum terlunasi pada sang pembuat patung Edhi Sunarso. Saat iring iringan jenazah Soekarno lewat di Jalan Gatot Subroto, Edhi Sunarso masih berada di atas Tugu Patung Dirgantara. “Saya menangis sesenggukan di atas tugu,” ujar Edhi Sunarso seperti yang ditulis dalam buku Meniti Jalan Pembebasan.
Load more