Nahdatul Ulama (NU) adalah ormas terbesar di Indonesia. Namun, dalam dunia politik praktis, organisasi yang didirikan oleh Kiai Hasyim Asy'ari ini seperti tak bisa berbuat banyak.
Dalam sejarah pemilihan presiden di Tanah Air, hanya satu kader NU yang berhasil menduduki jabatan tertinggi di Negeri ini, yakni Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Ia pernah menjadi Presiden RI ke-4, wakilnya adalah Megawati Soekarnoputri.
Selepas sejarah itu, kader-kader NU seperti tak leluasa menyodorkan kandidat calon presiden sendiri. Payahnya, setiap lima tahun, kader organisasi yang didirikan pada 31 Januari 1926 ini hanya menjadi cawapres saja.
Di alam demokrasi yang terjadi di negara tercinta kita, sosok wakil presiden adalah tak lebih dari sekedar ban serep saja. Artinya, pengaruh dalam banyak kebijakan yang ditandatangani oleh seorang Kepala Negara, suara dan pengaruh sosok wakil sangat minim sekali.
Pada pemilihan presiden atau Pilpres 2024, para kader NU lagi-lagi hanya jadi cawapres saja. Bahkan, kader-kader organisasi yang kini dipimpin oleh KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya jadi rebutan partai politik, karena dinilai akan mendukung suara.
Bukan tanpa alasan, NU memiliki jamaah mayoritas di penduduk Negara Khatulistiwa ini. Data yang pernah dibeberkan Ketua Umum PBNU, Gus Yahya tahun 2022, setidaknya 59,2 persen dari seluruh penduduk beragama Islam di Indonesia mengaku sebagai warga NU.
"Kalau umat Islam diperkirakan 250 sampai 260 juta, 59,2 persen itu berapa, bisa sampai 150 juta, ini luar biasa," kata Gus Yahya, dalam pidatonya di Rakernas IX Lembaga Dakwah NU, di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa (25/10/2022).
Load more