Jakarta - Persidangan kasus Ferdy Sambo belum juga kunjung usai. Meskipun para saksi yang meliputi orang terdekat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, telah didatangkan ke persidangan.
Bahkan, sebagian waganet menilai dan bertanya tentang siapa yang berbohong di persidangan tersebut?
Dilansir dari acara Indonesia Lawyers Club (ILC) dengan tema "Sidang Pembunuh Kasus Sambo: Siapa yang Berbohong,'' terdapat beberapa tokoh di Indonesia dan pakar psikologi melontarkan pendapatnya dari persfektif keilmuannya.
Foto Putri Candrawathi dan Vera (Kekasih Brigadir J)
Satu di antara ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri mengungkapkan, bahwa dari kasus Ferdy Sambo yang mengganggu otaknya bukan tentang 340. Namun yang paling mengganggu otaknya adalah tentang kasus kekerasan dan pelecehan seksual.
"Mengapa saya terganggu? karena sejak awal adanya narasi itu dan narasi kekerasan seksual itu tidak menguntungkan siapa pun. Baik itu kemendiang Brigadir J, dia tidak akan mendapatkan apapun, justru dia akan terkunci selamanya, terstigma selamanya, sebagai orang yang disebut-sebut sudah melakukan pelecehan seksual," ujar Reza Indragiri seperti yang dilansir dari ILC, Rabu (9/11/2022).
Bahkan, Brigadir J juga akan terpotret sebagai penghianat dan Korps Tribarata, karena alih-alih menjaga komandan, menjaga istri komandan, malah justru ia berhianat mengguting di lipatan.
"Brigadir J akan terpatri selamanya. Demikian pula bagi Putri Candrawathi (PC), kalau dia merupakan korban pelecehan seksual, maka dia mengacu pada undang-undang TPKS. PC sebagai korban pelecehan seksual berhak dapat restitusi dan kompensasi atau ganti rugi, baik dari pelaku, maupun dan juga dapat ganti rugi dari negara," katanya.
Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo serta Brigadir J
Akan tetapi, Reza Indragiri katakan ada syaratanya, jika dibaca Perma, ganti rugi itu diberikan ketika sudah keputusan dari pengadilan.
"Nah, saya yakin, bahwa klaim tentang kekerasan pelecehan seksual yang konon dialami PC itu, tidak akan pernah akan menjadi kasus hukum, jadi tidak akan pernah ada putusan pengadilan terkait benar atau tidak, dan siapa gerangannya? yang harus bertanggung jawab atas kekerasan seksual itu," pungkasnya.
Bahkan, ia sebutkan, apabila PC terus berbusa-busa melontarkan dirinya adalah korban pelecehan seksual. Namun dia (PC) tak akan mendapatkan restitusi atau ganti rugi. Hal itu ia katakan, lantaran belum ada putusan pengadilan.
"Jadi tidak ada yang mendapatkan keuntungan dari kasus pelecehan seksual ini," katanya.
Reza Indragiri juga menuturkan, coba hitung seberapa jauh kasus pelecehan seksual ini dengan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual.
"Undang-undang itu mengatakan, pasal 25, untuk membuktikan adanya kekerasan seksual dibutuhkan tiga hal, keterangan saksi atau korban, kedua alat bukti lainnya, ketiga keyakinan hakim, mari kita coba bedah dengan tiga benda ini," katanya.
Kolase Foto Putri Candrawathi
Pertama, ia sebutkan, menguji dengan saksi dan korban. Ia katakan, per hari ini, ada satu saksi yang mengetahui soal kekerasan pelecehan seksual itu sudah dicap oleh hakim sebagai saksi yang tidak kredibel, yakni adalah Susi.
"Sungguh-sungguh ya, sebetulnya saya jatuhnya ibah kepada susi ini. Dia sosok yang bersahaja, dia sosok ART yang cara berpikirnya bersahaja serta menggunakan kata yang sederhana, tiba-tiba dia harus hadir di sebuah mekanisme proses hukum yang amat-amat berat. Betapa menderitanya orang kayak gini? dan bukan berarti saya membenarkan dia menyatakan pendustaan di persidangan," kata Reza Indragiri.
"Namun sisi kemanusian saya terusik bial membayangkan hidupnya yang penuh kesederhanaan ini, yang tak lain menacari nafkah untuk membangun cita-cita di masa depan. Tetapi hari ini, dia justru digoreng oleh seluruh umat manusia dicap sebagai pendusta dan sebagai saksi yang tak berkredibel. Satu sudah, berarti saksi tidak bisa diandalkan," sambungnya menegaskan.
Berikutnya, ia katakan adalah korban, yang merupakan PC. Nah, ia sebutkan, untuk persoalannya adalah tindak tanduk dan dirinya sudah memotret dari perkataan PC tidak sesuai dengan profil korban kekerasan seksual yang dirinya pahami.
"Ambil misal, undang-undang TPKS juga yang mengatakan, bahwa identitas korban pelecehan seksual wajib ditutup, itu ada pasalnya dan ada beberapa pasal yang menceritakan itu,"
"Namun faktanya, mari kita ingat kembali, di depan Mako Brimob apa yang terjadi? alih-alih identitasnya ditutup, justru PC ini, entah dia inisiatif sendiri, entah pula dihadirkan penasihat hukumnya, justru muncul di Mako Brimob, dipersilahkan berbicara, lalu dia memperkenalkan dirinya, bahkan dia sebut namanya," paparnya.
Kolase Foto Reza Indragiri dan Susi
Tindak tanduk perkataan tersebut yang dia akui membuat dirinya sanksi. Sebab, ia katakan, ada sedemikian kasus korban pelecehan seksual yang secara gamblang memperkenalkan dirinya, dan hal ini sungguh bertentangan dengan undang-undang TPKS.
"PC ini megklain dirinya korban. Mari kita bayangkan, kroban apalagi korban pelecehan seksual, korban kejahatan serius pasti butuh bantuan, pasti butuh perlindungan," katanya.
Namun, ia ucapkan sangat aneh dan bin ajaib orang ini (PC) dikabarkan media ketika didatangi LPSK. Di mana lembaga itu berwewenang untuk memberi perlindungan, justru malah PC diam seribu bahasa.
"Ini kan aneh, dia (PC) butuh pertolongan sebagai korban, dia butuh perlindungan tetapi begitu didatangi pihak yang punya wewenang dengan memberikan perlindungan justru PC menyuruh asisten, korban macem apa ya?," terangnya.
Kemudian yang ketiga, ia sebutkan, bahwa sudah banyak riset yang menyatakan kejahatan seksual itu tidak bisa disetarakan dengan kejahatan biasa. Bahkan, sebagian ilmuan mengatkan, traum yang dialami oleh kroban kejahatan pelecehan seksual adalah trauma di atas trauma.
"Korban terorisme bisa trauma, korban bencana bisa trauma, korban perceraian bisa trauma, tetapi yang namanya korban pelecehan seksual itu trauma di atas trauma," pungkasnya.
Foto Susi, Art Ferdy Sambo
Lantas manisfestasinya apa? ia katakan, orang yang trauma dari kejahatan pelecehan skesual, korbannya akan mengisolasi dirinya. Bahkan, korban tersebut akan membatasi betul pergaulan sosialnya.
Sebab, menurutnya, korban tersebut mengalami fase teluka yang mendalam dan tidak butuh waktu sebentar untuk pulih bisa kembali.
"Tapi itu lagi-lagi, dalam waktu yang tak begitu jauh, orang itu yang disebut alami pelecehan seksual, yang kita asumsikan mengalami trauma di atas trauma, tapi justru muncul di depan Mako Brimob sebagai mana saya jelaskan tadi. Berarti sudah banyak tindak tanduk perkataan PC yang sayang beribu sayang, justru kontradiktif dan justru bertentangan betul dengan profil korban kejahatan seksual," pungkasnya.
Hal ini sudah dua, namun menurutnya kedua duanya tampaknya sudah tidak berkredibel. Lalu, ia katakan selanjutnya akan dibedah dengan hal yang ketiga, yakni keyakinan hakim.
"Maaf saya tidak bisa menyinggung keyakinan hakim. Namun per hari ini lagi, kalau mengandalkan pemeriksaan saksi Susi, tampaknya hakim tak teryakinkan. Hakim tak teryakinkan dengan klaim sudah terjadinya kekerasan seksual di magelang," pungkasnya.
Putri Candrawathi Pegang Pipih Susi
Bahkan, dia sebutkan, Polri pun sudah menyanggah terjadinya pelecehan seksual di Duren Tiga. Maka dari itu, ia katakan, coba dibedah dengan alat bukti lainnya.
"Saya tidak tau, alat bukti apa yang dihadirkan PC ke persidangan, toh ini kasusnya kan bukan kekerasan seksual. Itu bukan dakwaan, jadi itu saya tidak bisa membayangkan alat bukti apa yang dihadirkan," katanya.
"Namun, saya mencoba berimajinasi, barangkali akan dihadirkan satu alat bukti, barangkali bukan yang terkait dalam kekerasan seksual itu. Tapi boleh dihadirkan suatu alat bukti, yang tujuannya untuk menstigma mendiang Brigadir J. Nah, alat bukti ini akan ditunjukan ke Majelis Hakim, untuk menunjukan manusia ini memiliki tabiat yang rusak, bejat, kepribadian yang busuk," pungkasnya.
"Sehingga betapa pun sudah terjadi pembunuhan berencana, tapi pembunuhan berencana ini berlangsung karena ada tindak kejahatan sebelumnya, yakni pelecehan seksual. Sehingga betapun andaikan PC dan Ferdy Sambo dijatuhi bersalah, tetap mereka harus dimaklumi orang, atau dua orang, yang pernah tersakiti sebelumnya," pungkasnya.
Lanjutnya menjelaskan, lalu alat bukti apa nantinya yang akan disodorkan ke Majelis Hakim untuk menstigma Brigadir J. Menurut perkiraannya, alat bukti yang dihadirkan adalah hasil pemeriksaan psikologis. (Aag)
Load more