Gus Yahya Tegaskan Pemberhentian Pemimpin Harus Didasari Pelanggaran Berat
- Aldi Herlanda/tvOnenews.com
Jakarta, tvOnenews.com - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yaqut Cholil Status atau Gus Yahya menegaskan, pemberhentian pemimpin di tengah masa jabat harus didasari dengan pelanggaran yang berat.
Selain itu, Gus Yahya juga menyebut, pergantian pemimpin yang baru harus melalui jalur Muktamar sebagai konferensi tingkat tertinggi.
"Mekanisme pemberhentian pimpinan di tengah masa jabatan hanya dapat dilakukan melalui forum tertinggi, yakni Muktamar Luar Biasa, dan harus didasari pelanggaran berat yang terbukti," katanya, Sabtu (13/12/2025).
Oleh karena itu, ia menegaskan penepatan Penjabat (Pj) Ketum yang dilakukan pada Selasa (9/12) kemarin melalu rapat pleno Syuriyah merupakan tidak sah.
Sehingga dirinya saat ini masih mengklaim tetap berada di kursi kepimpinan PBNU sesuai dengan mandataris hasil Muktamar Lampung pada tahun 2021 lalu.
Kendati demikian Gus Yahya mengaku, dirinya membuka diri untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan damai demi organisasi NU.
"Saya membuka diri seluas-luasnya untuk setiap nasihat, saran, dan gagasan konstruktif demi menemukan solusi terbaik bagi NU," tegasnya.
Diketahui, konflik internal PBNU kembali memanas usai ditetapkannya Zulfa Mustofa sebagai Pj Ketum hasil rapat Pleno di Hotel Sultan, Jakarta pada Selasa (9/12) malam.
Berdasarkan penetapan itu, PBNU saat ini memiliki dua pemimpin yakni Yahya Cholil Staquf dan Zulfa Mustofa. Keduanya pun saling mengklaim bahwa merupakan pemimpin yang sah.
Kendati demikian Gus Yahya siap islah atau rekonsiliasi terkait dengan polemik ini.
"Tidak ada pilihan lain, gimana?, tidak ada pilihan lain," kata dia di kantornya dikutip Rabu (10/12/2025).
Gus Yahya mengaku telah mengubungi Rais Aam untuk melakukan pertemuan untuk menyelesaikan permasalahan ini. Namun hingga kini belum ada jawaban apapun.
"Saya sudah (menghubungi), saya nunggu jawaban dari beliau," ungkapnya. (aha)
Load more