Jalan Mulus Suksesi Keraton Solo: Pangeran Purboyo Diakui Sebagai Penerus Sinuhun
- Tim TvOne - Mahfira Putri
Jakarta, tvOnenews.com — Polemik suksesi Keraton Surakarta memasuki babak baru setelah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro atau Gusti Purbaya kembali ditegaskan sebagai penerus sah Sinuhun Pakubuwono XIII. Pengangkatan Pangeran Purboyo sebagai Putra Mahkota melalui Sabdo Pandito Ratu pada 2022 disebut sebagai keputusan final yang tidak dapat ditafsirkan ulang.
Penegasan itu disampaikan Penasihat Hukum sekaligus Juru Bicara KGPH Purbaya, KRA Teguh Satya Bhakti Pradanegoro, Senin (17/11). Ia menekankan bahwa titah Sinuhun PB XIII semasa hidupnya memiliki kekuatan hukum adat tertinggi dan wajib dipatuhi seluruh keluarga PB XII, PB XIII, abdi dalem, dan perangkat keraton lainnya.
“Sabdo Pandito Ratu tidak bisa ditawar, tidak bisa ditafsirkan. Itu harus dilaksanakan,” ujar Teguh.
Salah satu sorotan terbesar dalam polemik suksesi saat ini adalah langkah Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta Hadiningrat yang menobatkan KGPH Hangabehi sebagai Pakubuwono XIV berdasarkan paugeran adat yang mengutamakan putra laki-laki tertua. Teguh menegaskan bahwa LDA tidak memiliki kewenangan menentukan suksesi karena bukan bagian dari struktur resmi Karaton.
Menurut Teguh, LDA adalah badan hukum perkumpulan biasa yang berdiri berdasarkan akta notaris dan disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Ia merujuk Peraturan Menteri Hukum Nomor 18 Tahun 2025 yang menjelaskan bahwa perkumpulan adalah organisasi nirlaba yang didirikan sekelompok orang dengan tujuan tertentu—bukan lembaga adat yang memiliki otoritas menentukan penerus raja.
Perkumpulan LDA sendiri mendapat pengesahan melalui Keputusan Menkumham pada 2016 dan 2019. Namun di sisi lain, LDA dinilai telah memposisikan diri seolah-olah merupakan reaktualisasi lembaga adat historis Paran Parakarsa dan Paran Paranata. Padahal, dua lembaga adat itu hingga kini masih eksis dan secara turun-temurun berperan menjaga tata adat, norma budaya, dan tata upacara tradisional Mataram.
Menurut Teguh, pembentukan LDA sejak awal tidak pernah melibatkan atau mendapatkan restu Sinuhun PB XIII. “Padahal raja adalah pemegang otoritas tertinggi di Karaton Surakarta, sebagaimana diakui negara melalui Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988,” tegasnya.
Tak hanya soal legitimasi, Teguh juga mengungkap temuan bahwa data LDA kini tidak muncul dalam sistem pencarian resmi Kementerian Hukum. Bahkan dalam Surat Tanggapan Kemenkumham tertanggal 14 Juli 2025, disebutkan bahwa badan hukum LDA diblokir dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) karena tidak melaporkan Beneficial Owner sesuai Perpres Nomor 13 Tahun 2018.
Load more