Terungkap! Isi Catatan Gelap Pelaku Ledakan SMAN 72: Daftar Kebencian hingga Ungkapan Depresi Pribadi
- dok.kolase tvonenews.com/Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com — Penyelidikan kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta kembali memasuki babak baru setelah Eks Kepala Densus 88, Marthinus Hukom, S.I.K., M.Si., membeberkan temuan penting dalam buku catatan milik pelaku. Temuan ini membuka gambaran lebih jelas mengenai kondisi kognitif, emosi, hingga pergulatan psikologis yang dialami pelaku sebelum kejadian.
Dalam wawancara bersama Nusantara TV, Marthinus menyatakan bahwa catatan tersebut berisi dua bagian besar: daftar hal-hal yang dibenci pelaku dan tulisan panjang tentang perasaan pribadi, relasi sosial, serta pandangan tentang dirinya sendiri.
Bagian Pertama: “List of the Things That I Hate”
Marthinus mengungkapkan bahwa pelaku menuliskan daftar panjang mengenai hal-hal yang sangat ia benci dalam hidup. Meski ditulis dalam bahasa Inggris, daftar ini menunjukkan pola pikir hitam-putih yang ekstrem.
Dalam daftar tersebut, pelaku menuliskan beberapa kategori yang ia benci, mulai dari kelompok tertentu, perilaku orang, hingga karakter yang ia nilai menjengkelkan. Beberapa di antaranya mencakup:
-
orang yang ia anggap berisik,
-
mereka yang dianggap tidak bermoral,
-
orang-orang yang menurutnya “bodoh”,
-
generasi tertentu,
-
hingga perilaku yang menurutnya mengganggu.
Marthinus menegaskan bahwa daftar ini menunjukkan adanya pola kebencian yang tidak terarah, mencampurkan antara stereotip, penilaian emosional, dan penghakiman personal tanpa dasar kuat. Menurutnya, ini sudah menggambarkan adanya ketidakseimbangan kognitif serta kelekatan emosi negatif yang menumpuk.
Bagian Kedua: Catatan Panjang Mengenai Diri Sendiri
Selain daftar kebencian, bagian paling panjang dari buku tersebut justru berisi curahan hati pelaku. Tulisannya menunjukkan pergulatan identitas, rasa rendah diri, hingga pandangan diliputi depresi.
Pelaku menulis bahwa ia sangat ingin memiliki hubungan baik atau pertemanan, namun merasa selalu gagal dan “mengacaukannya”. Ia menggambarkan dirinya sebagai orang yang “aneh” dan tidak layak bagi siapa pun. Setiap upaya mendekat ke orang lain, menurut tulisannya, berakhir dengan kecewa, kesalahpahaman, dan penolakan.
Ia juga menulis bahwa setiap percakapan dengan orang lain terasa menyiksa dan membuatnya merasa tidak pantas berada di lingkungan sosial. Pelaku menggambarkan dirinya sensitif terhadap kehadiran orang baru dan takut dianggap mencari perhatian.
Dalam bagian lain, pelaku juga menyinggung rasa iri ketika melihat pasangan lain, khususnya pasangan yang ia nilai “lebih menarik” dan dianggapnya ideal. Ia membandingkan dirinya dengan cara sangat merendahkan diri, hingga menulis bahwa ia merasa “tidak layak” dan mempertanyakan apakah hidupnya masih berarti.
Marthinus menekankan bahwa tulisan itu menggambarkan beban psikologis yang berat. Pelaku memandang dirinya sebagai sosok yang gagal, tidak diterima, dan sulit berinteraksi sosial. “Inilah aspek kognitif dan psikologis yang kami lihat dari catatan tersebut,” ujarnya.
Kesimpulan Penyidik
Berdasarkan rangkaian catatan itu, Marthinus menjelaskan bahwa penyidik akhirnya menyimpulkan pelaku mengalami tekanan psikologis yang cukup kompleks, disertai pola pikir penuh kebencian dan ketidakstabilan emosi. Kecenderungan untuk menyalahkan lingkungan, digabung dengan rasa rendah diri yang ekstrem, menjadi pola berulang dalam catatannya.
Catatan itu, menurut Marthinus, menunjukkan bahwa pelaku bukan korban perundungan sebagaimana sempat dikabarkan, tetapi justru memiliki konflik internal yang tidak terselesaikan. (nsp)
Load more