Sedikit Demi Sedikit Mulai Terkuak di Persidangan, Prada Lucky Namo Dipaksa Mengaku LGBT oleh Atasannya
- Mega Tokan-Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Masih ingat kasus Prada Lucky Namo? Prada Lucky Namo merupakan anggota TNI yang diduga meninggal dunia akibat dianiaya seniornya pada bulan Agustus 2025 lalu.
Dia diketahui baru dua bulan bertugas di Batalion Teritorial Pembangunan (TP) 834 Waka Nga Mere Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kasus ini pun mulai di sidangkan. Pada sidang yang digelar pada Selasa (28/10/2025), 17 orang dihadirkan sebagai terdakwa. Sementara itu, empat orang lainnya dihadirkan sebagai saksi.
17 Terdakwa itu merupakan senior Prada Lucky Namo. Sementara itu, empat saksi yang dihadirkan, yakni dua orang rekan Prada Lucky Namo, ayah dan ibu Prada Lucky Namo.
Saat membacakan dakwaan, Oditur Militer Letkol Chk Yusdiharto menyebut para terdakwa menganiaya Prada Lucky Namo dan memaksanya mengaku LGBT beberapa kali.
Salah satu rekannya yang berbicara di persidangan, yakni Prada Richard mengaku dipaksa atasannya untuk mengaku melakukan hubungan sesama jenis bersama Prada Lucky Namo.
Prada Richard mengatakan kejadian itu terjadi pada tanggal 28 Juli 2025 sekitar pukul 21.00 WITA.
Kala itu dia dibawa ke salah satu ruangan. Prada Richard mengaku dipaksa untuk mengakui LGBT. Dia sempat menolak mengakuinya.
Akan tetapi, karena terus-menerus dipukul, dia pun akhirnya terpaksa berbohong.
"Saya ditanya berapa kali LGBT tapi saya terpaksa berbohong supaya tidak dipukuli lagi," katanya.
Dia menyebut perlakuan yang sama juga dialami Prada Lucky Namo.
Sementara itu, ayah Lucky Namo, yakni Serma Kristian Namo mempertanyakan tudingan terkait LGBT para terdakwa terhadap mendiang anaknya.
"Dari keterangan para saksi lainnya bahwa anak saya ini dianiaya karena dibilang LGBT. Karena itu saya minta bukti-buktinya," kata Kristian Namo.
Oditur Letkol Chk Yusdiharto pun mengatakan tudingan LGBT tidak bisa dibuktikan.
"Untuk LGBT itu tidak bisa dibuktikan. Itu hanya asumsi dari mereka. Apalagi mereka ini baru kenal satu bulan setengah. Batalyon yang mereka bertugas ini belum genap dua bulan. Jadi bagaimana mereka bisa membuktikan kalau korban ini LGBT atau penyimpangan seksual," ucap Yusdiharto. (nsi)
Load more