Pengacara Tegaskan Kerry Adrianto Tak Terlibat dalam Urusan Riza Chalid di Kasus Korupsi Pertamina
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com – Kuasa hukum Muhammad Kerry Adrianto Riza, yang merupakan anak dari pengusaha minyak terkenal Riza Chalid, menegaskan bahwa tidak ada keterkaitan antara kliennya dengan sang ayah dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero).
Kerry, yang juga dikenal sebagai beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, kini berstatus terdakwa. Sementara sang ayah, Riza Chalid, telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.
“Mengenai komunikasi (antara Riza dan Kerry) tentu kita belum tahu pasti seperti apa. Namun, ketika bicara tentang keterkaitan, tentu ini sangat tidaklah benar,” ujar pengacara Kerry, Lingga Nugraha, usai persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
Bantahan Soal Hubungan Perusahaan
Lingga menjelaskan, berdasarkan dokumen publik, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa jelas merujuk kepada Kerry Adrianto. Sementara itu, Riza Chalid merupakan beneficial owner di PT Orbit Terminal Merak.
“Semua bisa mengakses siapa beneficial owner untuk PT Orbit Terminal Merak. Jadi sangat jauh kalau dikaitkan dengan Pak Riza,” tegas Lingga.
Pernyataan ini menegaskan bahwa dua perusahaan tersebut berdiri secara terpisah, meski keduanya kerap disebut-sebut dalam dakwaan sebagai pihak yang berperan dalam pengadaan terminal bahan bakar minyak (BBM) untuk Pertamina.
Dugaan Peran Ayah dan Anak
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), baik Riza maupun Kerry disebut turut berperan dalam pengadaan terminal BBM Merak. Mereka diduga memerintahkan Gading Ramadhan Joedo, Direktur PT Tangki Merak, untuk mengajukan kerja sama penyewaan terminal BBM Merak kepada Hanung Budya Yuktyanta, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) saat itu.
Namun, terminal BBM Merak tersebut ternyata bukan milik PT Tangki Merak, melainkan milik PT Oiltanking Merak—yang kemudian berganti nama menjadi PT OTM.
Proyek kerja sama ini akhirnya berjalan karena Riza Chalid disebut menjadi personal guarantee dalam pengajuan kredit ke Bank BRI. Dana kredit itu digunakan untuk akuisisi PT Oiltanking Merak, yang kemudian dijadikan jaminan kredit.
Desakan Percepatan Kerja Sama
Dalam dakwaan juga disebut, Riza dan Kerry mendesak pihak Pertamina agar mempercepat proses kerja sama penyewaan terminal BBM. Desakan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Hanung dan Alfian Nasution, yang kala itu menjabat sebagai Vice President Supply dan Distribusi Pertamina.
Keduanya disebut melakukan penunjukan langsung kepada PT Oiltanking Merak, meski perusahaan tersebut tidak memenuhi kriteria pengadaan.
Selain itu, Kerry dan Gading disebut meminta agar klausul kepemilikan aset terminal BBM dihapus dalam nota kerja sama. Akibatnya, dalam perjanjian yang ditandatangani, aset terminal BBM Merak tetap menjadi milik PT OTM, bukan milik Pertamina.
Kerugian Negara Capai Rp 285,1 Triliun
Berdasarkan hasil penyidikan, akibat pengadaan terminal BBM yang dianggap tidak dibutuhkan saat itu, Pertamina mengalami kerugian sekitar Rp 2,9 triliun.
Namun secara total, jaksa menilai tindakan para terdakwa dan tersangka dalam rangkaian kasus ini telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 285,1 triliun.
Meski begitu, pihak kuasa hukum menegaskan bahwa kliennya, Kerry Adrianto, tidak memiliki peran dalam keputusan strategis tersebut dan hanya bertindak sesuai kapasitas di perusahaannya. Proses hukum pun masih berjalan di Pengadilan Tipikor, dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi dijadwalkan pekan depan. (nsp)
Load more