Total Siswa Keracunan Sampai 6.000 Lebih, JPPI Desak Presiden Prabowo Hentikan Program MBG
- istimewa - antaranews
Jakarta, tvOnenews.com - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) meminta Presiden RI Prabowo Subianto untuk menghentikan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Hal itu disampaikan JPPI saat audiensi dengan Komisi IX DPR RI bersama Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) serta Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji meminta MBG dihentikan merespons banyaknya masalah yang terjadi terkait program MBG, salah satunya keracunan massal yang dialami para siswa.
Ubaid menyebut, per 14 September 2025, keracunan MBG sudah menyentuh angka 5.360. Kemudian, per 21 September 2025, data anak keracunan MBG bertambah menjadi 1.092 kasus.
- jamil azali
"Di bulan Juni sudah turun, karena memang sekolah pada Juni-Juli itu masih SPMB atau PPDB ya sehingga (angkanya) kecil. Tapi begitu sekolah sudah masuk bulan Juli, kemudian Agustus dan SPPG September ini digeber MBG-nya maka naik angkanya gila-gilaan, sampai ribuan," kata Ubaid.
"Saya tidak tahu kejadian semacam ini apakah sudah ada indikator KLB (kejadian luar biasa) karena peningkatannya sangat tajam sekali," sambungnya.
JPPI mencatat, ada 5 provinsi dengan jumlah kasus keracunan terbanyak se-Indonesia yaitu Jawa Barat dengan 2.000-an kasus, DI Yogyakarta dengan 1.000-an kasus, Jawa Tengah 700-an kasus, Bengkulu 500-an kasus dan Sulawesi Tengah 400-an kasus.
"Sehingga kami bisa ambil kesimpulan bahwa sebetulnya kasus keracunan ini tidak hanya di satu titik tapi menyebar di seluruh kabupaten di hampir di seluruh provinsi. Ternyata ada problem system soal aturan, soal menu sehingga harus diselesaikan di level pusat tidak hanya stop di SPPG," tutur dia.
JPPI bahkan menemukan fakta lain dalam program MBG. Ubaid menuturkan, dari 7 laporan di daerah, guru menjadi 'budak' dari pelaksanaan MBG.
"Ini guru jadi 'budak' tumbal keracunan MBG. Jadi guru tidak dilibatkan sama sekali, tiba-tiba kedatangan menu makanan yang banyak, lalu guru disuruh ngitung nampannya ada berapa, lalu didistribusikan. Nanti kalau ada yang hilang suruh ganti gurunya, sekolahnya itu, dan guru juga nggak ada insentif apapun dari MBG atau dari BGN untuk menjadi budak MBG ini," ungkap Ubaid.
Load more