Total Siswa Keracunan Sampai 6.000 Lebih, JPPI Desak Presiden Prabowo Hentikan Program MBG
- istimewa - antaranews
"Kemudian kalau ada keracunan di beberapa sekolah itu teken MoU untuk MBG ini, yang teken itu sekolah, nah yang bertanggung jawab itu orang tuanya sendiri. Jadi sebetulnya, siapa yang tanggung jawab sehingga SPPG menerapkan aturannya polanya sesuai dengan keinginan mereka sendiri," sambungnya.
Kedua, JPPI juga menemukan banyaknya konflik of interest di dapur-dapur MBG. Di mana banyak pejabat pemerintah yang menguasai dapur, sementara UMKM yang di sekitaran sekolah, warteg-warteg dan seterusnya banyak yang gulung tikar.
Ketiga, Pemda terutama Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan sama sekali tidak pernah diajak bicara dan dilibatkan dalam pemantauan pelaksanaan MBG. Keempat, JPPI menemukan bahwa BGN pusat telah gagal menjamin akuntabilitas. Kelima standar gizi masih bermasalah. Keenam banyak nyawa anak terancam.
Sebab, banyak orang tua penerima manfaat MBG kata Ubaid merasa trauma karena anak-anaknya harus mengalami keracunan dan dibawa ke IGD.
"Yang ini jelas, menjadi semacam evaluasi yang sangat penting. Jadi Presiden nunggu korban sampai berapa banyak lagi untuk bisa dievaluasi secara serius atau nunggu harus ada nyawa yang melayang," tegas Ubaid.
Terakhir, Ubaid mengatakan bahwa koalisi masyarakat sipil seperti JPPI, CISDI dan GKIA tidak pernah dilibatkan dalam evaluasi, monitoring, perencanaan, dan quality control MBG.
Sehingga koalisi masyarakat sipil hanya dianggap outsider dalam sistem yang diinisiasi oleh BGN ini.
Oleh karena itu, JPPI menyatakan sikap dan mengusulkan agar Presiden Prabowo Subianto mengevaluasi total pelaksana MBG, jika perlu menghentikan program ini agar tidak ada lagi anak-anak Indonesia yang mengalami keracunan.
"Kami sampaikan kepada pak Prabowo, pertama hentikan program MBG sekarang juga. Ini bukan kesalahan teknis tapi kesalahan sistem, karena kejadiannya menyebar di beberapa daerah. Untuk itu hentikan program MBG sekarang juga," tegas Koordinator program dan advokasi JPPI Ari Hardianto dalam rapat yang sama. (Yeni Lestari)
Load more