Di Tengah Tarif Trump, Indonesia Catat Surplus Dagang Terbesar dengan AS Capai US$ 8,57 Miliar
- Xinhua
Jakarta, tvOnenews.com – Meski tengah menghadapi tekanan tarif impor dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Indonesia justru mencatatkan capaian yang signifikan dalam neraca perdagangan semester I 2025. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia membukukan surplus perdagangan terbesar dengan AS, yaitu mencapai US$ 8,57 miliar sepanjang Januari hingga Juni 2025.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa angka tersebut merupakan surplus gabungan dari sektor migas dan nonmigas. Angka ini menempatkan AS sebagai negara dengan kontribusi surplus perdagangan terbesar bagi Indonesia, disusul India (US$ 6,59 miliar) dan Filipina (US$ 4,40 miliar).
“Untuk neraca perdagangan total, yaitu migas dan non-migas, tiga negara penyumbang surplus terbesar adalah Amerika Serikat, India, dan Filipina,” jelas Pudji dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/8/2025).
AS Jadi Tujuan Ekspor Utama Indonesia
Lebih rinci, ekspor nonmigas Indonesia ke AS mencapai US$ 14,79 miliar, menjadikannya negara tujuan ekspor terbesar ketiga setelah China dan India. Komoditas unggulan ekspor ke Negeri Paman Sam mencakup mesin dan perlengkapan elektrik, alas kaki, serta pakaian dan aksesori rajutan.
Sementara itu, surplus perdagangan nonmigas Indonesia dengan AS bahkan lebih besar, yakni US$ 9,92 miliar, menunjukkan kuatnya ketergantungan AS terhadap produk industri nasional.
Tarif Trump Berlaku 7 Agustus
Capaian ini diraih meski Indonesia akan menghadapi kebijakan tarif baru dari AS yang dikenakan mulai 7 Agustus 2025. Kebijakan ini menurunkan tarif impor dari sebelumnya 32% menjadi 19%, namun tetap berpotensi menekan daya saing produk ekspor nasional di pasar AS.
Pemerintah Indonesia sendiri masih terus melakukan negosiasi bilateral dengan AS terkait hal ini. Salah satu isu yang mencuat adalah permintaan Pemerintah AS agar produk mereka dikecualikan dari aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Namun menariknya, menurut Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief, sebuah perusahaan asal AS di sektor alat kesehatan yang telah berinvestasi di Indonesia justru meminta agar TKDN tetap diberlakukan.
"Karena kebijakan TKDN itu akan melindungi investasi mereka di Indonesia dan memastikan produk mereka dibeli oleh pemerintah, BUMN, maupun BUMD," jelas Febri dalam konferensi pers di Kantor Kemenperin, Kamis (31/7/2025).
Reformasi TKDN Tetap Jalan
Kemenperin juga memastikan bahwa aturan TKDN tidak akan dihapus, bahkan sedang disiapkan reformasi menyeluruh yang akan diluncurkan langsung oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam waktu dekat.
Kepala Biro Humas Kemenperin, Alexandra Arri Cahyani, menegaskan bahwa reformasi TKDN berlaku secara universal dan bukan hanya untuk produk asal Amerika Serikat.
“TKDN tetap akan menjadi bagian dari kebijakan industri nasional untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri dan melindungi investasi yang ada,” ujarnya.
Tantangan dan Peluang ke Depan
Meskipun Indonesia harus menghadapi tantangan tarif dan tekanan dari negara mitra dagang, surplus besar terhadap AS menjadi sinyal positif. Hal ini menunjukkan bahwa produk ekspor Indonesia tetap kompetitif, bahkan di tengah hambatan non-tarif dan perubahan kebijakan dagang global.
Pemerintah diharapkan terus memperkuat diplomasi dagang dan perlindungan terhadap industri dalam negeri, sembari membuka ruang investasi yang saling menguntungkan bagi mitra internasional. (nsp)
Load more