Pakar Sorot Inkonsisten Kemkomdigi Terkait Pembatasan OTT Asing
- Antara
"Pemerintah harusnya mewajibkan OTT kerjasama dengan operator lokal. Pemerintah juga harus mewajibkan OTT asing melakukan pendanaan infrastruktur jaringan, harga layanan turun," paparnya.
Selain, Trubus juga menyoroti sistem keamanan dan pelindungan dari berbagai fitur layanan yang dijajakan OTT asing kepada masyarakat.
Termasuk perlindungan konsumen dari kejahatan di layanan OTT seperti penipuan lewat WhatsApp (APK) atau peretasan data.
Menurutnya Indonesia telah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Nomor 27/2022 yang harusnya efektif 17 Oktober 2024 namun terbengkala PP tak kunjung terbit hingga Lembaga PDP belum terbentuk.
Kata Trubus, dengan keadaan seperti itu semestinya pemerintah harusnya melibatkan operator lokal untuk menyaring konten berbahaya di jaringan.
"Kalau cuma ngandelin undang-undang di atas kertas tanpa aksi nyata, konsumen bisa terus jadi santapan penjahat siber. Makanya, tadi harus ada pembagian konten. Enggak semua dimakan asing, harus ada lokal," ungkapnya.
Oleh karena itu, Trubus mengingatkan Kemkomdigi selaku regulator mestinya menunjukkan keberpihakannya kepada kepentingan keamanan masyarakat selaku pengguna layana bukan malah abai bahkan terkesan takut sama OTT asing.
"Intinya, harus ada intervensi dan peran dari negara untuk melindungi kedaulatan digital kita," tandasnya.
Trubus mengingatkan pernyataan semacam itu seolah tidak merepresentasikan kepentingan negara secara keseluruhan terkait pentingnya menjaga kedaulatan bangsa dan negara ini.
"Kontradiktif saya kira pernyataan tersebut. Menkomdigi semestinya jangan terlihat inferior seperti itu. Tunjukkan donk bahwa Menteri itu sedang menjaga marwah dan martabat bangsa, bangsa yang berdaulat dan berwibawa, bukan inferior," tegasnya.
Sebelumnya, Menkomdigi, Meutya Hafid, menegaskan tidak ada rencana dari pemerintah untuk membatasi layanan WhatsApp Call.
"Saya tegaskan pemerintah tidak merancang ataupun mempertimbangkan pembatasan WhatsApp Call. Informasi yang beredar tidak benar dan menyesatkan," ujar Meutya dilansir lewat siaran pers di situs web resmi Komdigi. (raa)
Load more