Tegas, Pemerintah, Media dan Semua Warga Indonesia Didesak Harus Kolaborasi Hadapi Perang Kognitif
- tvOnenews.com/Luthfi Khairul Fikri
Jakarta, tvOnenews.com - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi blak-blakan bicara perang kognitif dalam diskusi bertajuk "Bagaimana Menghadapi Medan Perang Baru, Cognitive Warfare: Media, Narasi, dan Membangun Persepsi!" di Antara Heritage Center, Jakarta, Senin (16/6/2025).
Dia mengingatkan semua pihak soal kolaborasi antara pemerintah, media, dan masyarakat menjadi kunci dalam upaya menghadapi perang kognitif di era hiperrealitas.
Menurutnya, hiperrealitas adalah kondisi yang membuat individu tidak bisa lagi membedakan dunia nyata dengan dunia simulasi di ruang siber.
"Hal seperti ini tidak bisa dilawan oleh satu atau dua institusi saja. Ini harus dilawan bersama-sama, tapi harus dilawan oleh banyak orang dengan kesadaran yang sama," tegas Hasan.
Berdasarkan Global Risk Report 2025 World Economic Forum, sepuluh tahun ke depan informasi negatif berupa disinformasi, fitnah, dan kebencian akan menjadi salah satu masalah global yang berpotensi mengancam apabila tidak ditangani dengan baik.
Oleh karenanya, empat entitas media dan event organizer terkemuka, ANTARA, Garuda TV, Indozone, dan On Us Asia menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) sebagai langkah awal kolaborasi strategis lintas sektor.
Inisiatif ini bertujuan membangun ekosistem media dan event yang inklusif, inovatif, dan berdampak.
Kolaborasi ini akan melahirkan program bersama dalam berbagai bentuk, seperti produksi konten edukatif dan inspiratif, liputan jurnalisme berbasis solusi, serta penyelenggaraan event berskala nasional yang melibatkan publik, khususnya generasi muda.
Keempat pihak akan menggabungkan kekuatan mereka di bidang jurnalisme, penyiaran, digital engagement, dan aktivasi publik.
Keempat entitas menyadari bahwa sinergi antarmedia menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem informasi yang sehat, kredibel, dan bertanggung jawab di tengah tantangan besar dunia media saat ini, mulai dari derasnya arus disinformasi hingga persaingan yang kadang mengabaikan etika.
Kolaborasi ini juga mendorong lahirnya jejaring verifikasi fakta, ruang dialog antarpelaku media, serta respons komunikasi publik yang lebih terkoordinasi saat krisis terjadi.
Sementara, Pakar Komunikasi Publik Widodo Muktiyo menambahkan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat diperlukan untuk mengatasi ancaman akibat penyebaran disinformasi, fitnah, dan kebencian.
"Dalam komunikasi publik ada yang pendekatannya public centric, ada yang pendekatannya government centric, dan ada juga yang collaborative centric. Untuk ini, kita butuh kolaborasi, jadi kita tidak bisa pisahkan peran pemerintah dan rakyat. Kalau dipisahkan itu yang rugi kita sebagai bangsa," tegas Widodo.
Dia juga menyampaikan upaya untuk memerangi disinformasi, fitnah, dan kebencian memerlukan kolaborasi dalam jangka panjang.
Untuk kolaborasi jangka panjang, dapat dibangun kalau ada kesamaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat tentang upaya untuk menjaga keutuhan bangsa.
"Kita harus bisa lihat sama-sama, kita bersama-sama merapatkan barisan, supaya siapapun nanti akan tumbuh advokasi terhadap bangsa Indonesia. Sehingga, ketika ada pihak yang menyerang, ya dapat dengan mudah kita menyimpulkan dia bukan bagian Indonesia," terangnya.
Berdasarkan pengalaman perusahaan milik negara PT Pertamina (Persero), disinformasi, fitnah, dan kebencian dapat diatasi secara efektif dengan upaya bersama.
VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso menceritakan pengalamannya menangani disinformasi setelah kasus pengoplosan bahan bakar minyak jenis Pertamax yang melibatkan anak perusahaan PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Patra Niaga.
Pertamina ketika itu bisa segera menekan peredaran disinformasi yang tidak berhubungan dengan perkara berkat kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk perusahaan media massa.
“Kami koordinasi intens sesama BUMN, sehingga dari media ikut berperan mengedukasi masyarakat tentang informasi yang benar," jelas dia.
Dia menyampaikan tidak sedikit pula warga yang menghubungi Pertamina melalui pusat panggilan 135 untuk meminta klarifikasi.
"Ketika kemarin ramai disinformasi mengenai BBM atau ramai subsidi itu, banyak masyarakat yang cross check untuk memastikan informasi itu benar atau tidak. Jadi kami berterima kasih kepada masyarakat, lewat laporannya itu bisa kami tindak lanjuti," imbuh Fadjar.
Dia menuturkan, upaya kolaborasi dalam menyebarkan informasi berperan penting setelah perusahaan memberikan respons yang tepat dengan menyebarkan fakta-fakta untuk menghadapi disinformasi.
“Situasi berangsur membaik setelah Pertamina dapat memulihkan kepercayaan masyarakat dengan membuktikan bahwa kualitas BBM yang beredar sesuai dengan spesifikasi serta memastikan proses hukum tetap berlanjut,” pungkasnya.(lkf)
Load more