dr Aris Yudhariansyah Terdakwa Korupsi APD Covid-19 Bacakan Pledoi, Begini Isinya
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - dr Aris Yudhariansyah terdakwa korupsi alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Sumut) Tahun Anggaran 2020 membacakan pembelaan (Pledoi).
Sebelum menjadi terdakwa, dr Aris Yudhariansyah sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
Selama masa pandemi dr Aris juga perna menjadi juru bicara (Jubis) Satgas Covid Sumut yang gencar menyampaikan informasi Covid-19 dan bagaimana cara menangani orang yang sudah terjangkit Covid-19.
Dalam perkara ini Aris sebagai Pejabat Pembuat Teknis Kegiatan (PPTK) Covid-19 19 yang tidak ada hubungan sama sekali dengan penyedia APD.
"Sebagai PPTK saya hanya memastikan APD sampai kepada dokter dan tenaga kesehat. Saya berusaha agar teman-teman yang bekerja di rumah sakit bisa melindungi dirinya dan pasiennya," ujar dia dalam keterangannya, Sabtu (8/3/2025).
Dia juga menyampaikan tidak ada satupun fakta dan saksi yang dihadirkan dipersidangan dia menerima uang Rp700 juta dari proyek APD seperti yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Tidak ada fakta dan bukti saya menerima uang tersebut," kata Aris
Aris mengaku sedih dedikasi melindungi nyawa manusia bukan mendapat penghormatan negara malah dijadikan tersangka korupsi.
Dia juga pasti menerima dakwaan Jaksa Penuntut Umum jika memang benar dia terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
"Selama persidangan tidak fakta dan bukti saya korupsi. Maka pada kondisi ini saya mengadukan kesusahan dan kesedihan ini hanya kepada Allah. Sesungguhnya dia sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong," terangnya.
Sementara, Ali Yusuf dari kantor Hukum ALYLAW.135.8 yang pernah mendampingi proses pemeriksaan dr Budi Sylvana di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka korupsi pengadaan 5 jut set APD di Kementerian Kesehatan menyesalkan penetapan tersangka terhadap pejuang kemanusia.
Dia beralasan tidak seharusnya orang yang telah berupaya menyelamatkan nyawa manusia dijadikan tersangka yang tidak pernah sama sekali dilakukannya.
Terkait fenomena yang terjadi saat ini Ali Yusuf mengutip pendapat Marcus Tulius Cicero seorang filsuf dan juga pengacara terkemuka bangsa romawi yang mengatakan "Salus Populi Suprema Lex Esto) yang artinya (keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi), jadi ketika ada situasi darurat, antara pilihan keselamatan manusia dan ketaatan pada hukum, maka pilihannya menurut Cicero adalah keselamatan manusia.
"Pendapat Marcus Tulius Cicero ini pernah disampaikan Presiden Jokowi dan Menteri Mahfud MD ketika masa pandemi Covid-19 agar sama-sama melawan Covid-19 demi menyelamatkan nyawa manusia," kata Ali.
Ali juga menjelaskan setiap pejabat negata tidak bisa dipidana dalam kasus ini.
Hal itu sesuai Pasal 27 ayat 1 dan 2 UU No 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang, selanjutnya disingkat “UU Penanganan Covid-19”.
Pasal 27 ayat 1 berbunyi, "Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Pasal 27 ayat 2 berbunyi, " Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain mengutip UU Covid-19, terdapat juga mengutip Pasal 48 KUHP, bahwa pengadaan APD dilaksanakan dalam keadaan memaksa faktor alam (darurat) Covid-19 tidak dipidana.
"Sudah jelas di Pasal 48 KUHP. Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidanan," ungkapnya.(lkf)
Load more