Babak Baru Eksepsi Tom Lembong Ungkap Banyak Kejanggalan Dakwaan Jaksa, Ini Buktinya
- Istimewa
Namun unsur Perbuatan Melawan Hukum dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor tidak terdapat cukup bukti (dhi. Ketentuan yang tidak secara tegas menyatakan sebagai Tindak Pidana Korupsi), maka penyidik seharusnya segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan (dhi. Kementerian Keuangan) untuk mengajukan gugatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 32 ayat (1) UU Tipikor.
Ketiga, dari Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum diketahui, pihak-pihak yang melakukan pembayaran baik kepada Pajak dan/atau PT PPI sampai akhirnya oleh Jaksa Penuntut Umum dijadikan sebagai dasar untuk menyatakan telah terjadi kerugian keuangan negara (in casu bea masuk, PDRI, dan jual-beli gula), adalah transaksi yang tidak dilakukan oleh Terdakwa melainkan dilakukan antara 9 (sembilan) Perusahaan Swasta selaku penjual Gula dan sebagai Wajib Pajak.
Dalam hal ini, pertanggungjawaban atas pembayaran penerimaan negara (in casu Bea masuk dan PDRI) merupakan tanggung jawab pribadi dari Wajib Pajak yang bersangkutan, dan sesuai dengan asas pertanggungjawaban personal dalam Hukum Pidana yang menyatakan pertanggungjawaban dalam Hukum pidana bersifat pribadi.
Dengan demikian, Terdakwa selaku Menteri Perdagangan demi hukum tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Dalam kasus ini, oleh karena Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaannya telah menetapkan Terdakwa sebagai Pihak yang ikut bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan 9 (sembilan) Perusahaan dengan PT PPI, secara terang membuktikan bahwa Jaksa Penuntut Umum telah error in persona dalam menetapkan TTL sebagai Terdakwa dalam Perkara ini.
Keempat, Jaksa Penuntut Umum dalam menyusun Surat Dakwaan telah senyatanya menggunakan Laporan Audit Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Kegiatan Importasi Gula Di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 s.d. 2016 Nomor: PE.03/R/S-51/D5/01/2025 tanggal 20 Januari 2025 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI) sebagai dasar dalam menguraikan peristiwa terjadinya Kerugian Keuangan Negara dalam Perkara a quo.
Padahal faktanya kegiatan importasi Gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 s.d 2016 telah diaudit oleh Badan Pemeriksan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dengan kesimpulan tidak terdapat kerugian keuangan negara berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Perencanaan, Pelaksanaan, Dan Pengawasan Tata Niaga Impor Tahun 2015 s.d Semester I Tahun 2017 Pada Kementerian Perdagangan Dan Instansi/Entitas Terkait No. 47/LHP/XV/03/2018 tanggal 2 Maret 2018 (“LHP BPK 2015 – 2017”).
Load more