Sementara itu menurut Guru Besar Hukum Konstitusi dari Universitas Pakuan Bogor, Andi Asrun, menyatakan bahwa penggunaan anggaran negara, baik dari APBN maupun APBD, oleh calon petahana dalam upaya memenangkan pemilu telah menjadi model yang sering dijumpai di berbagai daerah.
Alhasil Pilkada di Kabupaten Banggai pada 2024 yang lalu diduga tercemar oleh praktik politik uang dan penyalahgunaan wewenang yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
“Praktik politik uang ini biasanya seiring dengan penyalahgunaan wewenang yang melibatkan pejabat struktural seperti camat dan kepala desa, yang diberikan janji-janji peningkatan anggaran menjelang hari pencoblosan,” ujar Andi dalam konferensi pers.
Andi menilai bahwa praktik semacam ini tidak hanya merusak kualitas demokrasi, tetapi juga memperburuk proses pemilihan kepala daerah, lantaran mempengaruhi pilihan masyarakat dengan cara yang tidak adil.
Menurutnya, bukti dari praktik politik uang ini mudah ditemukan, baik dalam bentuk bantuan sembako, uang tunai, maupun proyek pembangunan yang seringkali dilakukan menjelang pilkada.
"Ini adalah strategi distribusi politik uang yang disamarkan sebagai 'bantuan pemerintah', yang akhirnya mempengaruhi suara pemilih," ungkap Andi.
Andi juga menyoroti hubungan antara petahana dan penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu, yang sering kali memperburuk situasi.
Load more