Jakarta, tvOnenews.com - Tamron, salah satu terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan timah yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun, mengungkapkan adanya komunikasi dengan terdakwa lain, Harvey Moeis, yang memintanya menyetor uang yang diklaim sebagai dana corporate social responsibility (CSR).
“Pak Harvey bilang, dari kerja sama kita ini ada dana CSR yang perlu disetorkan. Jadi, saya diminta untuk membantu pengumpulan dana CSR tersebut oleh Pak Harvey,” ujar Tamron saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (16/10/2024).
Dalam dakwaan, Tamron disebut sebagai Beneficial Owner dari CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia.
Dia mengaku sepakat memberikan dana CSR terkait pengolahan timah kepada Harvey sebesar USD 500 per ton Sn pada periode 2018-2019.
"Bagaimana cara pemenuhan dana CSR sebesar 500 dolar per ton itu?" tanya jaksa.
"Saya berkomitmen untuk membantu menyetor dana CSR itu," jawab Tamron.
Jaksa kemudian menanyakan apakah perusahaan smelter swasta lain yang bekerja sama dengan PT Timah juga dimintai dana CSR oleh Harvey.
Dalam kasus ini, lima smelter swasta bekerja sama dengan PT Timah, termasuk PT Refined Bangka Tin yang diwakili Harvey Moeis, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan CV Venus Inti Perkasa.
"Untuk perusahaan lain, saya tidak tahu," ungkap Tamron.
Tamron juga mengaku tidak menanyakan lebih lanjut kepada Harvey tentang penggunaan dana CSR tersebut. Menurutnya, dana itu sepenuhnya dikelola oleh Harvey.
"Saya tidak banyak tanya, hanya menurut Pak Harvey itu untuk bantuan. Jadi, saya tidak tahu lebih lanjut, dana itu dikelola oleh Pak Harvey," jelas Tamron.
Dalam persidangan ini, Tamron memberikan kesaksian untuk terdakwa Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani yang merupakan mantan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021, Emil Ermindra mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, serta MB Gunawan, Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa.
Jaksa penuntut umum (JPU) menyebut Harvey Moeis meminta dana yang dikemas sebagai dana CSR kepada smelter swasta.
Dana tersebut kemudian disetorkan ke money changer milik crazy rich Helena Lim dan disalurkan kembali ke Harvey.
Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun, berdasarkan audit kerugian negara yang tertera dalam Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tanggal 28 Mei.
"Telah terjadi kerugian negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14, berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Negara dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015-2022," ungkap jaksa dalam persidangan terdakwa Helena Lim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (21/8). (aag)
Load more