Ingatkan Pentingnya Otokritik, Ketua Depinas SOKSI: Tantangan Delusi Kemilau Nusantara, Quo Vadis Kemerdekaan RI?
- istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Ketua Depinas SOKSI yang merupakan Doktor Strategi Pertahanan Alumnus Unhan RI, Dina Hidayana mengingatkan pentingnya otokritik dan evaluasi kemajuan bangsa, baik berupa kuantitatif maupun kualitatif.
Secara fundamental, kata dia, hal tersebut perlu diselaraskan dengan tujuan bernegara sebagaimana preambule UUD 1945 alinea keempat.
Yakni, melindungi bangsa Indonesia, mewujudkan kesejahteraan, mencerdaskan anak bangsa dan ikut serta dalam ikhtiar memelihara perdamaian dunia.
"Kemilau nusantara, karenanya bisa menjadi delusi apabila sumber daya nasional, berupa keberlimpahan sumber daya manusia dan kekayaan alam Indonesia tidak dioptimalkan untuk kemajuan bangsa dan eksistensi generasi masa depan," tegas Dina.
Berkaitan itu, jelas Dina, cerita-cerita kehebatan masa nusantara, dimulai masa erotisme rempah yang menjadikan nusantara sebagai pendulum pangan strategis, hingga munculnya cikal bakal konsep NKRI.
"Yakni 'Cakravala Mandala Dvipantara' era kerajaan Kertanegara (1275 M) perlu menjadi jejak penting dalam merombak Visi Indonesia Maju," sebutnya.
Lanjut Dina menjelaskan, kemerdekaan disebut sering beririsan dengan makna kebebasan atau kedaulatan.
"Dalam pengejawantahan fungsi negara, diartikan sebagai kemampuan menjalankan pemerintahan secara optimal tanpa intervensi asing, baik itu untuk urusan dalam maupun luar negeri. Sehingga berdasar definisi tersebut kita bisa mengukur, sejatinya Indonesia sudah benar-benar merdeka, sekedar merdeka semu, atau jangan-jangan belum pernah merdeka," ujar Dina.
Ketua Depinas SOKSI ini juga memulai diskursus, dengan menunjukkan data Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2023 yang menurun signifikan dibandingkan 2022, meskipun masih dalam kategori yang sama “Cukup Bebas”.
"Sementara Pers merupakan salah satu pilar demokrasi yang penting, sehingga kebebasan pers yang tetap memegang teguh etika jurnalisme perlu menjadi arus utama," ujar Dina.
Selain itu, berdasar data Asian NGO Coalition for Agrarian Reform and Rural Development tentang Konflik Agraria 2023, Indonesia disebutkan berada di peringkat pertama dari enam negara Asia yang diteliti, yang cenderung menggunakan pendekatan represif dan kekerasan struktural dalam penanganan kasus tanah.
Kata dia, konflik agraria di Indonesia cenderung terus meningkat secara drastis.
"Penyelesaian sengketa tanah disebutkan menimbulkan banyak luka ditengah masyarakat, baik fisik maupun psikis yang akhirnya berkorelasi dengan tingkat kemiskinan."
Load more