"Yang ketiga adalah kita tidak boleh dan jangan menggiring opini bahwa seolah-olah MK ini selalu berpolitik, karena kita bagaimana pun harus menjaga marwah MK sebagai lembaga yang terhormat, sebagai institusi yang bermartabat, yang harus kita jaga kehormatannya dan martabatnya tersebut, dalam konteks untuk bisa menyelesaikan persoalan sengketa pemilu secara objektif dan independen," bebernya.
Dan di sinilah sebenarnya, kata dia, bahwa publik akan melihat bahwa rakyat harus memberi kepercayaan yang penuh kepada hakim-hakim MK agar berjiwa negarawan dan akan memutuskan persoalan sengketa pemilu itu dengan seadil-adilnya, dengan sejujur-jujurnya, dengan sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya.
Yang keempat, katanya, yaitu Mahkamah Konstitusi pernah di pimpin oleh seorang Hamdan Zoelva yang notabene mantan kader salah satu partai politik, dan pernah memimpin sengketa pemilu dan semua putusannya objektif dan independen. Dan ini sebagai catatan sejarah.
Kemudian, yang kelima, Pak Anwar Usman sudah dilarang lalu jika Pak Arsul Sani juga dilarang, maka hakim MK semakin berkurang.
"Belum lagi kita tidak tahu ada force majeure atau ada kejadian yang luar biasa lain yang mengenai hakim MK yang menyebabkan hakimnya berkurang kembali. Artinya semakin sedikit dan kemungkinan besar terjadi deadlock dalam keputusannya itu," bebernya.
Oleh karena itu, kata dia, semua mata masyarakat Indonesia untuk bisa memberikan kesempatan kepada hakim-hakim MK termasuk Pak Arsul Sani untuk memutus perkara dengan sebaik-baiknya, dengan sejujur-jujurnya, sedail-adilnya, dengan objektif dan independent, apa pun latar belakangnya. (aag)
Load more