Jakarta, tvOnenews.com - Ketua Tim Kuasa Hukum Aiman Witjaksono, Finsensius Mendrofa menilai penyitaan telepon genggam, media sosial, dan email oleh Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya cacat hukum formil.
"Izin penyitaan itu wajib ditandatangani Ketua Pengadilan Negeri, bukan Wakil Ketua Pengadilan Negeri," tegas Finsensius Mendrofa di Jakarta, Senin (19/2/2024).
Bahkan, surat penyitaan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang menjadi dasar penyitaan telepon genggam milik Aiman Witjaksono dianggap tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Sebab, yang menandatangani surat tersebut adalah Ketua PN Jaksel, bukan Wakil Ketua PN Jaksel, apalagi dalam surat penyitaan tersebut juga tidak mencantumkan Wakil Ketua PN Jaksel sebagai penjabat atau pelaksana tugas.
Oleh karena itu, Tim Kuasa Hukum Aiman Witjaksono bakal mengajukan praperadilan kepada PN Jaksel, agar apa yang telah disita oleh polisi bisa dikembalikan lagi.
Selain itu, tim kuasa hukum Aiman Witjaksono, menyampaikan beberapa poin dalam persidangan praperadilan perdana yang diselenggarakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
"Pertama kita fokus pada sah tidaknya penyitaan tersebut yang kaitannya dengan surat izin penetapan dari pengadilan yang tidak sesuai KUHAP sebagaimana pasal 38 Ayat 1," kata Finsensius Mendrofa.
Ketentuan pasal 38 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin dari ketua pengadilan negeri setempat.
Pembacaan permohonan pada sidang praperadilan perdana di PN Jaksel antara Aiman Witjaksono sebagai pemohon dan Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya sebagai termohon, pada intinya ada beberapa poin yang disampaikan.
Selain mempermasalahkan terkait penyitaan barang bukti, poin kedua menyampaikan status Aiman Witjaksono sebagai seorang wartawan saat menyampaikan informasi yang dipermasalahkan.
"Kami menyinggung status klien kami Aiman Witjaksono yang mana dilindungi penuh UU Pers. Dan mendapatkan informasi dari narasumber juga masih berstatus sebagai wartawan belum mengambil cuti pada saat itu," jelas dia.
Terlebih pada saat menyampaikan konferensi pers, Aiman Witjaksono juga masih berstatus sebagai wartawan, sehingga proses penyelidikan dan penyidikan oleh Polda Metro Jaya telah melanggar asas "lex specialis".
"Karena seharusnya UU Pers ini merupakan kekhususan yang telah diatur mekanismenya. Mestinya harus diuji terlebih dahulu, apakah melanggar kode etik atau tidak," tuturnya.
Untuk poin ketiga yaitu berkaitan dengan barang bukti yang disita dari Aiman Witjaksono, karena empat barang bukti berupa telepon genggam, kartu SIM, media sosial, dan email itu tidak ada hubungannya dengan tuduhan atau persangkaan yang dialamatkan kepada Aiman.
Karena Aiman disangkakan melanggar pasal 14 ayat (1) dan atau pasal 14 ayat (2) dan atau pasal 15 Undang Undang No 1 tahun 1946 tentang penyiaran atau pemberitahuan berita bohong.
"Kalau kita lihat dalam pasal 39 ayat 1 barang bukti apa saja yang disita penyidik itu harus memiliki hubungan langsung. Sedangkan dalam menyampaikan informasi itu tidak disampaikan melalui empat barang bukti tersebut," tandas dia.
Sebelumnya, PN Jaksel menyidangkan praperadilan yang diajukan Juru Bicara Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud MD, Aiman Witjaksono terkait penyitaan akun media sosial dan email oleh Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
"Kepada termohon dan pemohon, karena adanya keterbatasan waktu dalam persidangan ini tujuh hari. Mari kita membuat kalender rencana persidangan," kata Hakim Tunggal PN Jaksel Delta Tama.
Untuk itu, harus disepakati dulu jalannya persidangan yang akan dilaksanakan dan diawali dengan pembacaan permohonan pada Senin.
Kemudian, jawaban termohon akan dibacakan pada Selasa (20/2/2024), sehari kemudian pada Rabu (21/2/2024) dilanjutkan dengan pembacaan replik dan duplik.
"Pembuktian akan dilakukan pada hari Kamis. Jumat kesimpulan dan Selasa putusan," tuturnya.(ant/lkf)
Load more