Ekonom Margono Djojohadikoesoemo, Kisah Heroik Kakek Prabowo Pimpin Pertempuran Perbankan Lawan NICA
- facebook/PrabowoSubianto
Jakarta, tvonenews.com - Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo, kakek dari calon presiden Prabowo Subianto, dikenal sebagai pionir Bank Negara Indonesia (BNI).
Namun tahukah anda, bahwa tak sekedar mendirikan BNI, Ekonom Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo sebenarnya memimpin langsung pertempuran perbankan melawan NICA (Netherlands Indies Civil Administration).
Mengutip buku bertajuk "Dari De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia", terbitan 2014, apa yang dilakukan RM Margono Djojohadikoesoemo mendirikan BNI sebenarnya untuk melawan aneksasi Belanda yang datang kembali ke Indonesia pada 1946.
"Belanda ingin menghidupkan kembali DJB sebagai bank sentral berdasarkan izin Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tanggal 2 Januari 1946," dikutip dari buku itu.
(Gedung Bank Indonesia kini Museum bank Indonesia. Sumber: Museum Bank Indonesia)
Dua Kubu Pendirian Bank Sentral
Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, ada dua ekonom Indonesia, yang juga masih kerabat jauh, saling berdebat tentang pembentukan bank sentral.
Mengutip dari buku bertajuk "Dari De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia", 2014, dua orang itu adalah RM Margono Djojohadikoesoemo dan RM Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo.
Keduanya punya pandangan berbeda soal pendirian bank sentral.
Saat itu, Margono Djojohadikoesoemo adalah Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA), sedangkan Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo menjabat sebagai Menteri Kemakmuran.
(Arsip Foto: Proklamator Bung Hatta (kiri) dan Margono Djojohadikoesoemo (kanan). Sumber: twitter@fadlizon)
Margono Djojohadikoesoemo berpendapat kalau Indonesia perlu mendirikan bank sentral dari jerih payah bangsa sendiri, bukan warisan asing. Kala itu, Indonesia tidak memiliki bank nasional buatan lokal sejak masa kolonial.
Maka, dengan semangat nasionalisme jelas ini adalah momentum yang tepat untuk mendirikan bank sentral baru.
Akan tetapi, Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo tidak setuju. Menteri Kemakmuran itu punya pandangan lebih praktis.
Soerachman berpandangan kalau Indonesia hanya perlu menghidupkan kembali De Javasche Bank (DJB) buatan Belanda.
(Gedung Bank Indonesia tempo dulu. Sumber: Museum Bank Indonesia)
Pasalnya, bank itu sudah lama mengawal ekonomi negara dan sudah banyak memiliki tenaga mumpuni. Jadi, tidak perlu susah payah membangun dari nol.
Namun, di tengah perdebatan itu pendapat Margono semakin diterima usai Belanda (NICA) datang kembali ke Indonesia pada 1946.
Load more