Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkap ada 570 mafia Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang terlibat dalam pencucian uang dan transaksi janggal.
Hal itu ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI pada Rabu (29/3/2023). Dalam rapat tersebut, Mahfud mengungkap asal-usul adanya dugaan transaksi janggal Rp349 triliun di Kemenkeu.
Melansir dari VIVA, Mahfud MD mengaku memiliki kewenangan untuk mengungkap tentang dugaan transaksi mencurigakan yang ditemukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hal itu lantaran status Mahfud MD yang kini menjabat sebagai Ketua Komite Nasional TPPU.
Dalam pemaparannya, Mahfud MD mengatakan bahwa asal usul transaksi janggal Rp349 triliun itu dibagi di 3 kelompok yang salah satunya transaksi keuangan pegawai Kemenkeu yang mencapai Rp35 triliun.
"Satu, transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kementerian Keuangan. Kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi XI menyebut hanya Rp 3 triliun (3,3T), yang benar Rp 35 triliun," ujar Menko Polhukam.
Tak hanya itu, menurutnya ada juga transaksi keuangan janggal yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain Rp53 triliun. Transaksi keuangan mencurigakan atas kewenangan pegawai Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU belum diperoleh datanya senilai Rp261 triliun. Maka ditotalkan Rp349 triliun.
Dalam rapat dengar pendapat tersebut juga Mahfud MD juga mengatakan bahwa ada 491 aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu yang ikut terlibat di transaksi mencurigakan itu.
Menko Polhukam itu juga membeberkan terkait jumlah itu ada yang merupakan jaringan kelompok Rafael Alun Trisambodo yang diduga melakukan tindakan pencucian uang.
Mahfud juga mengatakan ada pihak lain yang terlibat dari 13 ASN kementerian/lembaga dan 570 non-ASN. Jika ditotalkan maka menjadi 570 orang yang terlibat.
Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap sosok yang kerap memberikannya info intelijen. Hal itu ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI.
Diketahui, Mahfud MD mengadapan rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI untuk membahas tentang transaksi janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Rabu (29/3/2023).
Sosok yang memberikan informasi intelijen tersebut merupakan Kepala BIN Budi Gunawan.
Dalam rapat tersebut, Mahfud justru mengatakan bahwa tak seharusnya Budi Gunawan melaporkan informasi kepadanya. Hal itu menurutnya, Budi Gunawan memiliki tanggungjawab langsung ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan kepadanya.
"Pak Budi Gunawan itu anak buah langsung Presiden, bertangungjawab kepada Presiden, bukan anak buah Menko Polhukam. Tapi setiap minggu laporan resmi info intelijen kepada Menko Polhukam," ujar Menkopolhukam.
"Coba saudara (Arteria Dahlan) bilang ke Pak Budi Gunawan, menurut Undang-Undang BIN bisa diancam 10 tahun penjara, berani ndak menurut Pasal 44. Tiap malam saya dengan Pak Budi Gunawan di wa saya info intelijen,” sambungnya.
Pernyataan Menko Polhukam tentang Budi Gunawan itu lantaran ucapan Arteria yang menanyakan tentang alasan Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana atas data analisis transaksi keuangan Rp359 triliun ke Mhfud MD. Padahal Mahfud MD sendiri berstatus sebagai Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
"Persis yang saudara bicara kepada saya bahwa kalau menyampaikan ke Menko Polhukam 10 tahun. Lah BIN menyampaikan bukan ke presiden tapi ke saya. Ini bulan Maret aja. Itu info intelijen masa ndak boleh. Lalu mau dihukum 10 tahun Pak Budi Gunawan. Dia bukan bawahan Polhukam tapi selalu lapor resmi olahan kepada saya,” lanjutnya.
Melansir dari VIVA, Arterian Dahlan dalam rapat dengar pendapat kemarin menanyakan sikap Menko Polhukan itu yang membenturkan dirinya dengan Budi Gunawan.
"Saya punya karier dari kecil prof. Saya tidak pakai fasilitas apapun, tiba-tiba prof mencoba membenturkan saya dengan amat yang saya hormati Pak Budi Gunawan tadi. Bagi saya, takdir saya kalau pun saya harus berhenti di sini, saya berhenti Prof. Mimpi saya jadi anggota DPR, enggak pernah saya punya cita-cita. Saya tidak takut kehilangan jabatan, dan saya tidak bisa diancam-ancam,” ujar Arteria.
"Kalaupun hari ini nanti setelah ibu pimpinan saya mengatakan Arteria berhenti, ya saya berhenti Prof. Karena saya juga bisa terpilih, kalau saya enggak mungkin. Itu pasti ada budi baik tangan pimpinan, wong saya bukan orang sana bisa kepilih. Kalau coba dibenturkan begitu saya siap, enggak apa-apa. Tapi prof juga ingat saya di sini mewakafkan diri prof, untuk belajar menjadi anggota DPR yang baik,” sambungnya. (ree)
Load more