Mengemban Amanat Hingga Akhir Hayat, Mbah Maridjan Ungkap Alasan Dirinya Tak Mengungsi Saat Erupsi Merapi
- Kolase tim tvOnenews.com
Dalam pernyataannya, Mbah Maridjan meyakini erupsi tidak akan merusak jika manusia berlaku bijak dan menjaga apa yang jadi pantangan Gunung Merapi. Justru manusia dapat membuat marah Gunung Merapi apabila merusak alamnya.
Almarhum Mbah Maridjan mengatakan pantangannya agar Gunung Merapi tidak marah, semestinya beckhoe-beckhoe tidak merusak daerah Yogyakarta.
“Terus kemudian pantangan agar Gunung Merapi tidak “marah”, itu seharusnya beckhoe-beckhoe jangan merusak daerah Jogja,” ungkapnya.
“Kalau daerah Klaten saya tidak tahu, Magelang juga tidak tahu. Kalau butuh pasir biarlah diberi pasir tapi jangan sampai jogja mengambil pasir pakai beckhoe,” lanjutnya.
Sambung Mbah Maridjan menuturkan kepada Bupati Sleman, Bupati Klaten, Bupati Magelang dan Bupati Boyolali untuk memikirkan tentang pesan yang disampaikannya tersebut.
Mbah Maridjan meyakini pengambilan pasir berlebihan dengan menggunakan backhoe akan mengundang awan panas pada saat erupsi.
“Bupati Sleman, Bupati Klaten, Bupati Magelang, dan Bupati Boyolali. Keempatnya ini harus bisa berfikir. Kalau tidak bisa memikirkan hal itu, maka akan diberi (pasir) tapi beserta awan panas. Itu pasti!” pesan Mbah Maridjan.
“Itu namanya merusak lingkungan, seumpama keempat bupati itu. Sleman, Klaten, Boyolali, dan Magelang. Tidak mau mengusir beckhoe selamanya, maka akan diberi (pasir) beserta awan panas. Itu perintah Eyang Merapi!,” pungkasnya.
Hingga kini aktivitas vulkanik Gunung Merapi masih berada pada tingkat “siaga” (Level III).
Setelah Mbah Maridjan meninggal, Mas Asih, putra Mbah Maridjan diangkat menjadi juru kunci Merapi pada 4 April 2011 di Kagungan Dalem Bangsal Kasatriyan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Mas Lurah Suraksosihono. (kmr)
Load more