Sementara Rezky Pratiwi, pengacara T, mengatakan kasus ini sebenarnya sudah dilaporkan lagi di Polda Sulsel tahun 2020 yang lalu.
Ada beberapa bukti baru yang diajukan, misalnya laporan psikologis dari psikolog anak, bahwa terjadi kekerasan seksual pada anak yang pelakunya tidak hanya terlapor tapi ada dua orang lain, nah fakta ini yang justru tidak terbuka dalam BAP penyidik sebelumnya," kata Rezky Pratiwi.
Dia menjelaskan adanya pelaku lain ini berdasarkan keterangan para anak kepada psikolog. Kalau penyelidikan dilakukan dengan baik semestinya ini terungkap bahwa kekerasan seksual ini dilakukan lebih dari satu orang pelaku. Sehingga wajar saja kata Rezky jika penyidik Polres Luwu Timur mengatakan kasus ini tidak cukup bukti, karena memang pengambilan keterangan hanya dilakukan polisi saja, tidak ada perlibatan pihak lain, psikolog, pengacara.
"Memang penyidikannya tidak optimal, dokumen lain yang kami lampirkan juga ada keterangan dokter dari fasilitas kesehatan rujukan, dan diagnosa dokter memang ada kekerasan pada anak. Kemudian assesmen P2TPD2A Luwu Timur, tergambar bahwa para anak tidak kelihatan trauma, kami anggap asssesmen ini kami anggap berpihak, karena korban dan terlapor justru dipertemukan, harusnya tidak boleh. Dan justru assesmen dari P2TPD2A yang dijadikan rujukan polisi dalam menangani kasus ini," ujarnya.
Keterangan para anak pada psikolog sebenarnya sudah cukup kuat ditambah keterangan hasil visum dari dokter yang menemukan adanya kekerasan pada korban.
"Kami menunggu respon resmi dari Polri karena kasus ini sudah kami laporkan secara resmi dan sampai hari ini kami belum mendapatkan jawaban. Polri silakan membuka lagi kasus ini biar para anak bisa mendapatkan keadilan, bukan hanya bicara ke media," katanya.
Sementara Kapolres Luwu Timur, AKBP Silvester Imamora mengatakan pihaknya menemui ibu korban, siang tadi, Jumat (08/10/2021). Polisi kata dia mengarahkan korban untuk menyerahkan bukti-bukti yang dimiliki pada polisi.
Load more