Jakarta, tvOnenews.com – Bursa saham Amerika Serikat (AS) ikut terjungkal seperti IHSG pada perdagangan Selasa (18/3/2025) setelah dua sesi sebelumnya mencatatkan penguatan.
Investor tampak berhati-hati menjelang pengumuman kebijakan suku bunga dari The Fed yang dijadwalkan rilis pada Rabu (19/3/2025). Pasar memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan tetap, namun ketidakpastian kebijakan tarif dari Trump membuat pelaku pasar ragu untuk mengambil risiko.
"Ada ketidakpastian besar di sini terkait tarif, seberapa luas cakupannya, bagaimana dampaknya terhadap ekonomi, dan seberapa besar kemungkinan The Fed akan melonggarkan kebijakan. Situasi ini menciptakan kebingungan, dan saat ada kebingungan, pasar cenderung merespons negatif," ujar Tim Ghriskey, Senior Portfolio Strategist di Ingalls & Snyder, New York.
Indeks utama Wall Street mencatatkan kinerja negatif secara bersamaan. Dow Jones Industrial Average (DJI) anjlok 260,32 poin atau 0,62% ke level 41.581,31. S&P 500 (SPX) merosot 60,46 poin atau 1,07% ke posisi 5.614,66, sedangkan Nasdaq Composite (IXIC) terpuruk paling dalam, kehilangan 304,55 poin atau 1,71% ke 17.504,12.
Kinerja saham teknologi menjadi beban utama bagi Wall Street. Alphabet (induk Google) terjun 2,2% setelah mengumumkan rencana akuisisi perusahaan keamanan siber Wiz senilai $32 miliar. Nvidia juga tertekan hingga 3,35% setelah CEO Jensen Huang menyatakan perusahaan sedang menghadapi peralihan strategi dalam industri kecerdasan buatan (AI).
Kinerja buruk juga dialami Tesla yang anjlok 5,34% setelah RBC memangkas target harga sahamnya dari $320 menjadi $120 karena prospek bisnis robotaxi dan teknologi self-driving yang mengecewakan. Saham Tesla kini telah terpangkas hampir 45% sepanjang tahun ini.
Saham sektor komunikasi menjadi sektor dengan performa terburuk di S&P 500, jatuh 2,14%. Sektor teknologi dan consumer discretionary juga tercatat mengalami tekanan jual yang cukup besar.
Investor global tengah menantikan keputusan kebijakan moneter dari The Fed. Bank sentral AS diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan tetap, namun ketidakpastian terkait kebijakan tarif dari Trump menciptakan ketegangan di pasar.
Saat ini, pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga sekitar 60 basis poin (bps) tahun ini. Namun, beberapa pejabat The Fed memperingatkan bahwa bank sentral tidak akan bertindak terlalu cepat dan akan menunggu dampak kebijakan tarif terhadap data ekonomi sebelum mengambil keputusan lebih lanjut.
Di sisi lain, harga impor AS secara tak terduga naik pada Februari, menambah tekanan inflasi di tengah ketidakpastian kebijakan perdagangan global.
"Jika tarif ini diperluas dan memicu lonjakan harga barang impor, tekanan inflasi bisa makin besar. Ini akan menyulitkan The Fed untuk memangkas suku bunga dalam waktu dekat," tambah Ghriskey.
Aksi jual di Wall Street mendorong investor untuk beralih ke aset aman. Harga emas mencatatkan rekor tertinggi, melampaui $3.000 per ons setelah melonjak dalam beberapa pekan terakhir.
"Ketika ada ketidakpastian ekonomi dan kebijakan moneter, investor cenderung mencari aset aman seperti emas dan obligasi," tambah Ghriskey.
Selain emas, indeks dolar AS juga menguat, mencerminkan arus modal yang mengalir ke aset berbasis dolar di tengah ketidakpastian global.
Pasar keuangan global masih akan bergerak dalam volatilitas tinggi seiring ketidakpastian kebijakan tarif AS dan arah kebijakan moneter The Fed. Di tengah ketidakpastian ini, investor disarankan untuk berhati-hati dalam mengambil posisi di pasar saham dan lebih fokus pada sektor defensif.
"Pasar masih mencari arah, dan dalam kondisi seperti ini, lebih baik mengurangi eksposur ke saham berisiko tinggi dan beralih ke sektor defensif seperti infrastruktur dan kesehatan," kata Ghriskey.
Meski demikian, jika The Fed memberikan sinyal dovish dan kebijakan tarif AS tidak terlalu menekan pasar, potensi rebound di Wall Street masih terbuka. Namun, untuk saat ini, ketidakpastian masih akan menjadi tema utama di pasar keuangan global. (nsp)
Load more