Sejalan dengan itu dalam kesempatan yang sama, Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Roswita Nilakurnia mengingatkan bahwa Indonesia saat ini tengah mengalami transisi demografis. Angka harapan hidup masyarakat yang terus meningkat, berbanding lurus dengan jumlah populasi lanjut usia yang kian bertambah. Sehingga tak terasa bonus demografi yang selama ini dinikmati, akan segera berakhir dalam kurun waktu 10 hingga 15 tahun kedepan.
Menurutnya hal ini dapat menimbulkan kecemasan apabila masyarakat tak memiliki kepastian atas pengganti penghasilan saat sudah tidak produktif lagi.
“Saat seseorang beranjak memasuki usia lansia maka akan menjadi kurang produktif yang rentan terhadap risiko dan guncangan khususnya dalam hal ekonomi. Dalam kondisi ini masyarakat membutuhkan kepastian atas pengganti penghasilan. Pemerintah telah mendesain program ini sedemikian rupa untuk memastikan perlindungan untuk hari tua. Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan merupakan salah satu instrumen yang dipersiapkan sebagai jaring pengaman sosial ketika pekerja memasuki usia senja,”ungkap Roswita.
Menurut data BPJS Ketenagakerjaan dari seluruh peserta program JHT dan Jaminan Pensiun (JP), hanya 3 persen yang mencapai umur pensiun atau lebih dari 55 tahun. Dengan kata lain di masa mendatang, akan banyak peserta yang memasuki usia lansia dan berpotensi menjadi beban negara.
“Inilah pentingnya dana JHT terjaga hingga pekerja tersebut memasuki hari tua. Peran kita bersama sangat penting agar para pekerja tersebut bisa Kerja Keras Bebas Cemas,”imbuhnya.
Menanggapi hal tersebut Analis Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Ronald Yusuf mengatakan bahwa terbitnya aturan turunan UU P2SK menjadi kebutuhan yang mendesak terhadap sektor keuangan secara keseluruhan.
Menurutnya kondisi saat ini belum ideal karena mayoritas dana JHT dicairkan sebelum pekerja memasuki usia pensiun. Sehingga menyebabkan para pekerja tidak memiliki tabungan yang cukup untuk menjalani kehidupan yang layak saat usia senja.
Load more