Jakarta, tvonenews.com - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamen Kumham), Denny Indrayana merespons pernyataan Menko Polhukam, Mahfud MD dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait dirinya yang mendapat bocoran informasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Adapun informasi tersebut yakni MK akan memutuskan menerapkan sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024 mendatang.
Denny mengaku memantau pemberitaan di Indonesia soal hebohnya isu bocoran putusan MK yang terkait dirinya dari Melbourne, Australia.
"Saya mengamati perkembangan berita di Tanah Air, setelah kemarin saya mentweet ada informasi bahwa MK akan memutuskan terkait sistem pemilu menjadi proporsional tertutup kembali. Dan informasi itu direspons oleh berbagai kalangan, termasuk Presiden ke-6 RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Saya juga melihat tweet yang dilepaskan oleh Menkopolhukam Prof Muhammad Mahfud MD," kata Denny melalui akun instagramnya, Senin (29/5/2023).
Lantaran cuitan Denny di media sosial, isu soal bocoran putusan tersebut telah tersebar luas di berbagai platform media sosial.
"Informasi soal bagaimana putusan MK terkait Sistem Pileg Terbuka atau Tertutup sudah banyak dibahas di berbagai forum. Diskusi televisi, WA grup dan lain-lain," katanya.
Denny juga mengungkap alasannya membuat pernyataan tersebut di media sosial. Menurutnya, putusan MK nantinya harus dikawal oleh masyarakat termasuk pemerintah Indonesia.
Dengan demikian, hal itu sebagai bentuk transparansi, advokasi, dan pengawalan terhadap putusan MK.
"Lalu saya juga mendapat info soal arah putusan MK, yang menurut saya perlu dikawal. Maka, kita bawa diskusinya ke ruang publik. Ini bentuk advokasi publik, agar MK tetap pada rel sebagai penjaga konstitusi. Harus diketahui publik, ini bentuk transparansi, ini bentuk advokasi publik, pengawalan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi," tutur Denny.
Dia menegaskan bahwa keadilan di Indonesia harus ditegakkan. Namun, dia menyinggung soal sistem keadilan yang bekerja di Indonesia. Denny menyebut, tidak akan dapat keadilan, sebelum suatu peristiwa itu menjadi viral.
"Jangan sampai MK menjadi lembaga politik pembuat norma UU soal sistem Pemilu. Ingat no viral, no justice. Prof. Mahfud memakai strategi itu pula, membawa banyak masalah hukum ke sorotan lampu publik, untuk menghadirkan keadilan," ucap dia.
Atas dasar itu lah, Denny menilai perlu adanya langkah-langkah advokasi, pencegahan, dan preemptif atas putusan MK. Dia mengaku khawatir MK dijadikan alat pemenangan Pemilu 2024.
"Karena saya khawatir Mahkamah Konstitusi punya kecenderungan sekarang dijadikan alat untuk strategi pemenangan pemilu," pungkasnya. (rpi/aag)
Load more