Masih Jadi Polemik! Ternyata Biaya Haji Bisa Lebih Ringan, Bukhori Yusuf Beberkan Analisanya
- Istimewa
Lebih jauh dijelaskan, Undang-Undang Nomor 34 tahun 2014 memberikan kebebasan kepada BPKH untuk mengelola dana haji, salah satunya melalui investasi. Sepanjang investasinya berprinsip syariah.
"Bentuknya tidak dibatasi, tentu dengan prinsip kehati-hatian, tidak boleh berlebihan. Karena ketika dikunci dengan salah satu pasal, adanya tanggung renteng dalam kerugian secara keseluruhan," jelas Bukhori.
Meski demikian dirinya mengakui ada kendala dalam hal regulasi. Di mana, Undang-Undang Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji, dan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji perlu disingkronkan.
"Ini merupakan kendala yang paling serius menurut saya. Karena di Undang-Undang 8 tahun 2019 mengamanatkan, pemerintah sebagai Penyelenggara Ibadah Haji. Sementara BPKH itu sebagai Pengelola Keuangan Haji," ungkap Buchori.
Ia pun berpesan, ketika BPKH bisa membuka wawasan dan keberanian, yang menjadi pasar bukan hanya pasar haji Indonesia, karena nilainya hanya Rp.18 triliun. Tapi harusnya umrah, yang nilainya mencapai Rp 50 triliun hingga Rp 70 triliun.
"Misalnya, berinvestasi perhotelan di Arab Saudi, pasarnya jangan hanya melirik jemaah haji saja. Sehingga ketika tidak dipakai jemaah haji Indonesi merasa rugi. Tidak seperti itu. Menurut saya, pasarnya adalah jemaah haji dan umrah seluruh Indonesia," tandasnya.
"Kalau kita kompetitif, memiliki tempat yang bagus dan representatif, siapapun pasti akan ambil. Itu salah satu contoh dari beberapa yang bisa diinvestasikan," imbuh Bukhori.
Sementara itu, Ahmad Muchaddam, Analis Legislatif Ahli Madya mengatakan, semangat Undang-Undang Nomor 34 tahun 2014, sesungguhnya jemaah haji tidak menambah biaya, atas dana yang dititipkan ke BPKH.
"Oleh karena itu BPKH, kemudian diberi kewenangan, untuk melakukan investasi. Cuma ternyata praktik sampai sekarang, belum bisa seperti itu. Mungkin ada beberapa kendala di regulasi," jelasnya.
"Ada ketakutan-ketakutan, misal kalau investasi nanti bisa rugi dan lain sebagainya. Mungkin itu yang membuat bayang-bayang BPKH untuk tidak progresif dalam investasi keuangan haji," imbuh Muchaddam.
Sehingga, lanjutnya, apabila BPKH progresif, apa yang diharap Anggota Komisi VIII tersebut, terkait 70 persen subsidi dan 30 persen ditanggung jemaah haji, bisa terealisasi dan membawa manfaat. (aag)
Load more