news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Ahmad Sahroni.
Sumber :
  • YouTube/@pandji.pragiwaksono

Rumah Ahmad Sahroni Dijarah Massa, Kini Giliran Uya Kuya dan Eko Patrio Jadi Sasaran? Ternyata Hukumnya Dalam Islam Termasuk...

Ratusan massa yang marah menggeruduk dan merusak fasilitas di kediaman Ahmad Sahroni, eks Wakil Ketua Komisi III DPR RI dijarah masa. Begin hukumnya dalam Islam
Minggu, 31 Agustus 2025 - 00:03 WIB
Reporter:
Editor :

tvOnenews.com - Kerusuhan yang melanda kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Sabtu (30/8/2025) meninggalkan jejak kerusakan parah di kediaman Ahmad Sahroni, eks Wakil Ketua Komisi III DPR RI. 

Ratusan massa yang marah menggeruduk rumahnya, merusak sejumlah fasilitas, hingga mengarak salah satu mobil mewah Porsche berwarna merah tipe 1600 super. 

Mobil tersebut sempat akan dibakar, namun akhirnya hanya digulingkan dan dipreteli bagian-bagiannya di lahan kosong depan rumah. 

Kehadiran aparat TNI di lokasi berusaha menenangkan massa, namun amarah publik tetap memuncak. Peristiwa ini menjadi sorotan besar di media sosial, dengan ribuan warganet menyaksikan aksi tersebut melalui siaran langsung TikTok.

Tidak berhenti pada rumah Sahroni, rumor di media sosial menyebutkan massa kini mengincar rumah publik figur sekaligus politisi, yakni Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan presenter Uya Kuya. Keduanya menuai kritik keras setelah video mereka berjoget di momen sidang tahunan MPR tersebar luas. 

Aksi itu dianggap publik sebagai bentuk pelecehan di tengah situasi sosial yang sedang memanas akibat gelombang protes di berbagai daerah. Pantauan di lapangan menunjukkan rumah mewah Eko Patrio di kawasan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, masih kondusif. 

Begitu pula dengan rumah Uya Kuya di Duren Sawit, Jakarta Timur, yang hingga kini belum digeruduk massa. Meski demikian, derasnya komentar warganet yang menyebarkan alamat rumah mereka semakin memperkeruh situasi.

Latar belakang amarah warga terhadap Ahmad Sahroni sendiri berawal dari pernyataannya yang menyebut masyarakat “tolol” apabila mendukung wacana pembubaran DPR. Ucapan itu ia lontarkan dalam kunjungan kerja di Polda Sumatera Utara (22/8/2025). 

Kritik publik kian meluas karena Sahroni dianggap tidak pantas menghina rakyat, sementara dirinya sudah tiga periode duduk di parlemen dengan gaji dari uang negara. 

Polemik pun makin panas setelah Sahroni menolak tantangan debat dari influencer Salsa Erwina Hutagalung, yang mengaku mendapat intimidasi dan doxing dari tim Sahroni. Semua faktor ini menjadi pemicu meledaknya kemarahan publik hingga berujung pada aksi penjarahan.

Bagaimana Hukum Islam Soal Penjarahan dalam Perspektif Darurat?

Dalam kacamata Islam, peristiwa penjarahan rumah Ahmad Sahroni menimbulkan diskusi serius mengenai hukum mengambil barang orang lain. Kaidah fiqih yang sangat masyhur menyebutkan:

الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المحْظُوْرَات
"Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang."

Landasan ini terdapat dalam firman Allah SWT:

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya), sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah: 173).

Ayat ini menjadi dasar bahwa dalam kondisi darurat, seseorang boleh mengambil yang haram sekadar untuk menyelamatkan jiwa. 

Misalnya saat kelaparan hebat atau bencana besar, korban boleh memakan makanan haram sekadar untuk bertahan hidup. 

Bahkan, para ulama seperti Syaikh As-Sa’di menegaskan bahwa jika seseorang membiarkan dirinya mati padahal ada makanan meski haram, maka ia berdosa karena dianggap membunuh dirinya sendiri.

Penjarahan: Antara Darurat dan Pelanggaran

Meski demikian, penting dicatat bahwa kondisi darurat yang membolehkan hal terlarang harus memenuhi syarat-syarat tertentu, di antaranya:

1. Benar-benar ada bahaya yang mengancam jiwa.
2. Tidak ada alternatif halal lain.
3. Pengambilan barang haram hanya sebatas kebutuhan pokok, tidak berlebihan.

Dalam kasus penjarahan rumah Ahmad Sahroni, jelas konteksnya berbeda. Massa yang merusak dan menjarah rumah tidak dalam kondisi kelaparan atau kehausan yang mengancam jiwa. 

Aksi mereka lebih dilatarbelakangi oleh kemarahan politik dan kekecewaan sosial. Oleh karena itu, perbuatan merusak rumah, mencuri barang, hingga mengarak mobil jelas termasuk dosa besar. Rasulullah SAW bersabda:

لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ
"Tidak halal harta seorang Muslim kecuali dengan kerelaan hatinya." (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).

Hadis ini menegaskan bahwa meski ada ketidakpuasan terhadap ucapan atau perilaku pejabat, tidak ada pembenaran syar’i untuk menjarah rumah dan harta miliknya. 

Apalagi jika barang yang diambil berupa mobil mewah atau perabotan rumah tangga yang tidak ada kaitannya dengan kebutuhan darurat.

Peristiwa penjarahan rumah Ahmad Sahroni menjadi pelajaran penting tentang batas antara aksi protes dengan tindakan kriminal. Islam menegaskan bahwa mengambil harta orang lain tanpa izin adalah haram, kecuali dalam kondisi darurat yang nyata dan mengancam nyawa. 

Kaidah “Al-Dharuraat Tubiih al-Mahdzuuraat” berlaku dengan syarat ketat, bukan pembenaran untuk menjarah karena marah atau kecewa. 

Dalam konteks ini, amarah massa bisa dimaklumi sebagai luapan kekecewaan, tetapi perusakan dan penjarahan tetap tidak dibenarkan dalam hukum Islam.

Ke depan, diperlukan ruang dialog yang lebih sehat antara rakyat dan wakilnya agar ketidakpuasan tidak melahirkan tindakan destruktif. 

Kritik sekeras apa pun harus disalurkan melalui cara-cara konstitusional dan tetap menjaga marwah hukum serta nilai-nilai agama. Dengan begitu, masyarakat bisa menyalurkan aspirasi tanpa melanggar syariat dan hukum positif yang berlaku. (udn)

Berita Terkait

Topik Terkait

Saksikan Juga

02:55
00:50
05:10
01:03
01:20
01:12

Viral