- PSSI
Makin Berani, Shin Tae-yong Ungkap Penyesalan Terbesar dalam Kariernya di Timnas Indonesia
tvOnenenews.com - Lima tahun bukan waktu yang sebentar, dan bagi pelatih asal Korea Selatan Shin Tae-yong masa jabatannya bersama Timnas Indonesia menjadi salah satu fase paling emosional dalam karier kepelatihannya.
Meski belum mempersembahkan trofi, Shin Tae-yong telah mengukir jejak yang dalam di hati publik sepak bola Indonesia.
Ia membawa tim Garuda naik level: lolos fase grup Piala Asia, menembus semifinal Piala Asia U-23, hingga melambungkan peringkat FIFA Indonesia ke posisi yang lebih terhormat.
Di tengah segala keterbatasan, Shin Tae-yong membentuk identitas baru untuk sepak bola Indonesia.
Namun semua cerita itu kini tinggal kenangan. Awal Januari 2025, kebersamaan Shin Tae-yong dengan skuad Garuda resmi berakhir. Posisi pelatih utama kini dipegang oleh Patrick Kluivert, legenda sepak bola Belanda.
Dalam sebuah wawancara dengan News Daily, Shin Tae-yong berbagi cerita, tentang suka, duka, dan satu penyesalan terbesar selama melatih di Indonesia.
Kemenangan Paling Manis: Tundukkan Arab Saudi
Di tengah berbagai momen yang ia lalui, kemenangan 2-0 atas Arab Saudi dalam kualifikasi Piala Dunia 2026 menjadi momen paling membahagiakan.
“Kegembiraan terbesar saya rasakan saat mengalahkan Arab Saudi 2-0. Banyak orang terkejut dengan kebangkitan tim yang sebelumnya lemah di Asia,” ujar Shin dengan bangga.
- AFC
Ia mengakui bahwa sebenarnya ia punya mimpi besar: membawa Indonesia lolos ke Piala Dunia bersama Jepang.
Shin Tae-yong Ungkap Penyesalan Mendalamnya saat Melatih Timnas Indonesia
Namun, kebahagiaan itu tidak mampu menghapus satu kepedihan yang masih membekas yakni dibatalkannya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
“Yang paling disesalkan adalah Piala Dunia U-20 dibatalkan,” ungkapnya dengan nada getir.
Bagi Shin Tae-yong, penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah U-20 menjadi alasan kuat mengapa ia menerima tawaran melatih Garuda muda sejak awal.
- Instagram/@shintaeyong7777
Ia sudah mempersiapkan diri dan tim selama empat tahun untuk momen bersejarah itu.
“Saya tidak pernah putus asa sampai akhir, tetapi pada akhirnya, turnamen itu tidak jadi digelar. Saya yakin jika digelar, pasti akan sukses,” tutupnya.
Meski masa jabatannya telah usai, warisan Shin Tae-yong tak bisa dihapus begitu saja. Ia membawa filosofi baru, membangun pondasi, dan mengubah pola pikir dalam membina tim nasional Indonesia.
Ia mungkin tak meninggalkan trofi, tapi ia meninggalkan identitas.
Kini, dengan pelatih baru dan harapan baru, Indonesia melanjutkan perjalanannya. Namun satu hal pasti: kisah Shin Tae-yong akan selalu menjadi babak penting dalam sejarah sepak bola nasional.