- Istimewa
Pemerintah Gelar Diskusi Publik, Serap Aspirasi Ojol
Secara nasional, selama empat tahun terakhir sebanyak 7.200 pekerja transportasi online telah merasakan manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan dengan nilai total manfaat sebesar Rp104 miliar. Selain itu, terdapat 223 anak dari pekerja transportasi online yang dapat terus melanjutkan pendidikannya hingga perguruan tinggi berkat manfaat beasiswa dari BPJS Ketenagakerjaan.
Serikat Pekerja Minta Kepastian Regulasi
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati melalui kajian yang telah diserahkan kepada pemerintah berharap segera terbit regulasi yang mampu memberikan kepastian bagi seluruh pekerja transportasi online untuk memiliki status hubungan industrial yang jelas dan perlindungan jaminan sosial yang layak.
“Makanya kami membuat naskah akademik, mendorong pemerintah untuk membuat regulasi, dimana kawan-kawan driver ini mendapatkan perlindungan yang nyata. Jadi mendapatkan jaminan pendapatan yang pasti dan jaminan sosial,” tegas Lily.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menyatakan dukungannya terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan mendorong kolaborasi antar pihak untuk mengoptimalkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Menurut saya hari ini inisiatif dari Pak Menteri dan Pak Wamen adalah upaya yang sangat strategis untuk bisa mendorong seluruh pekerja transportasi online dan juga aplikator untuk mendorong perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan. Butuh kolaborasi untuk mendorong para pekerja ojek supaya mereka ikut (menjadi peserta),” ujar Anggoro.
Urgensi Revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan
Dalam diskusi yang melibatkan berbagai unsur, mulai dari pemerintah, pekerja, dan akademisi tersebut, Guru Besar Hukum dan Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia, Heru Susetyo, menyoroti bahwa tak hanya di Indonesia, hampir di seluruh negara Asia Tenggara pekerja transportasi online menghadapi nasib yang serupa di tengah kondisi perekonomian global yang tidak menentu.
Menurut Heru, saat ini diperlukan perubahan Undang-Undang Ketenagakerjaan karena di dalamnya belum mengatur pekerja gig seperti pekerja transportasi online.
“Sudah jelas manfaat ojol bagi Indonesia, tinggal bagaimana pekerja itu harus dijamin hak-haknya. Hak normatifnya, hak atas ketenagakerjaannya,” ujarnya.
“Kita sedang menunggu undang-undang ketenagakerjaan yang lebih bisa meng-cover profesi seperti gig economy seperti ini. Karena Undang-Undang yang lama dibuatnya sebelum gig economy begitu luas,” imbuhnya.