- Antara
Cetak Rekor! Rupiah Siap Tembus di Bawah Rp15.000 per Dolar AS, Kokoh di Level Terkuat dalam 14 Bulan
Jakarta, tvOnenews.com - Nilai tukar rupiah akhirnya terus menguat, mendekati level psikologis Rp15.000 per dolar AS.
Pagi ini, Jumat (20/9/2024), rupiah dibuka sangat cemerlang mencatat rekor terkuatnya sejak Juli 2023 atau dalam 14 bulan terakhir.
Di pasar antarbank Jakarta, rupiah menguat 136 poin atau 0,90% menjadi Rp15.103 per dolar AS pada Jumat pagi, setelah sebelumnya berada di Rp15.239 per dolar AS.
Penguatan ini didorong oleh optimisme pasar yang merespons penurunan suku bunga global.
Berdasarkan data Bloomberg dan Investing per pukul 10.45 WIB, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp15.095 per dolar AS.
Setelah tembus level tertinggi dalam 14 bulan terakhir, rupiah masih berpotensi terus menguat hingga di bawah Rp15.000 per dolar AS sepanjang hari.
Secara teknikal, rupiah sudah berhasil melewati resistance di level Rp15.100 per dolar AS dan diprediksi akan menuju level resistance berikutnya di Rp15.050 per dolar AS.
Jika ini tercapai, rupiah berpotensi menembus resistance psikologis di kisaran Rp15.000 hingga Rp14.980 per dolar AS.
Penguatan Rupiah Efek Suku Bunga The Fed Turun?
Penguatan rupiah juga didukung oleh sentimen dari pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) sebesar 50 basis poin (bps) yang dilakukan kemarin.
Pemangkasan suku bunga ini diyakini akan memicu aliran dana keluar dari AS menuju pasar negara berkembang seperti Indonesia, sehingga memberikan dampak positif bagi pasar keuangan domestik.
The Fed menyatakan,inflasi AS sudah bergerak menuju target mereka di angka 2%, namun pemangkasan suku bunga sebesar 50 bps lebih didorong oleh peningkatan tingkat pengangguran di AS.
"Mengingat kemajuan dalam inflasi dan keseimbangan risiko, Komite memutuskan untuk menurunkan suku bunga sebesar 50 bps," tulis The Fed dalam situs resminya.
Lebih lanjut, anggota Federal Open Market Committee (FOMC) memperkirakan suku bunga acuan The Fed akan berada di 4,4% pada akhir tahun ini, yang berarti masih ada potensi penurunan lebih lanjut sebesar 50 bps.
Jika prediksi ini benar, aliran dana cenderung akan keluar dari AS dan masuk ke emerging market seperti Indonesia, memberi sentimen positif pada pasar keuangan domestik.