- tim tvone/Zulfahmi
Maraknya Ujaran Kebencian, Doktor Sabriandi: Masyarakat Harus Paham Linguistik Forensik
Medan, Sumatera Utara - Merebaknya persoalan ujaran kebencian di negara Indonesia dan berujung pada suatu tindak pidana dikarenakan dari berbagai aspek. Satu di antaranya, kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia dalam mempergunakan bahasa, sehingga kalimat atau kata yang dipergunakan yang berhubungan dengan hukum berakhir masuk ke ranah pengadilan, sebagai contoh ujaran kebencian.
Hal itu dibeberkan Alumnus Program Doktoral USU, Sabriandi Erdian, setelah beliau diwisuda sebagai doktor di Kampus USU, Selasa (13/9/2022). Maka dari itu, Ia menyebutkan, pentingnya masyarakat memahami lingiustik forensik agar tidak terjerat dalam permasalahan ujaran kebencian.
"Nah, sebelum berbicara panjang lebar, saya kasih tau terlebih dahulu, apa itu lingguistik forensik. Lingustik forensik merupakan cabang dari linguistik yang menganalisis atau meneliti kebahasaan yang digunakan sebagai alat bantu pembuktian di peradilan dan bidang hukum," tutur, Dosen Jurusan Bahasa Inggris, Politeknik Negeri Padang, Doktor Sabriandi Erdian, kepada tvonenews.com di Medan.
Jadi, Sabriandi jelaskan, alasan mengapa masyarakat harus mengetahui lingguistik forensik, agar masyarakat mengerti dampak dari butir-butir ujaran kebencian dan dampak kalimat yang dipergunakan bisa mengakibatkan ujaran kebencian.
"Jadi, ada sikap kehati-hatian dalam berbicara atau mempergunakan kalimat dalam berbicara dan membuat status di media sosial. Hal itu bisa diterapkan, bila mereka (masyarakat) mengerti secara umum atau pentingnya linggiustik forensik ini," ujar Sabriandi yang akrab disapa Bandi.
Diungkapkannya salah satu kasus yang dikajinya di Disertasi yang bertajuk, "Bahasa Persidanagan Terbuka di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi: Kajian Linguistik Forensik." Dalam kajian itu, ia menemukan, kalimat yang berupa sinyal sikap tidak kejujuran pada persidangan terbuka di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, soal kasus korupsi kepala daerah tingkat II di salah satu daerah di Sumut.
"Meski pernyataan ini tidak boleh dijadikan sebagai acuan, tetapi penting menjadi sebuah sinyal kepada publik bahwa jenjang pendidikan tidak menjamin kejujuran, khususnya dalam hal korupsi. Oleh karena itu, perlu diteliti secara serius dengan teori lingguistik forensik, tentang faktor-faktor apa saja penyebab atau pendorong munculnya tindak pidana korupsi," tuturnya.