- tvOne - khumaidi
MUI Sidoarjo Haramkan Tutup Total Jalan untuk Hajatan, Umat Diminta Paham Mafsadahnya
Sidoarjo, tvOnenews.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sidoarjo akhirnya membahasnya bagaimana hukum menutup jalan (total) untuk hajatan, yang dapat mengganggu pengguna jalan umum.
KH Wahid Harun, Ketua Komisi Fatwa MUI Sidoarjo mengatakan, persoalan ini yang harus dikaji bersama secara serius, antara maslahah (kebaikan, red) dan mafsadahnya (keburukan, red).
“Jangan sampai memburu maslahah, tetapi menimbulkan mafsadah yang lebih besar,” ungkapnya.
KH Wahid Harun menambahkan, trotoar untuk pejalan kaki sudah dijelaskan dalam Perda Kabupaten Sidoarjo No 10 Tahun 2013 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat.
Dalam Bab Ketentuan Umum dijelaskan bahwa, yang dimaksud jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap. Sementara, trotoar adalah bagian dari badan jalan yang khusus disediakan bagi pejalan kaki.
“Ini hak pengguna jalan. Ironisnya, kita gampang sekali merampas hak orang lain (umum), dengan dalih hajatan (kepentingan pribadi). Manfaatnya jelas tidak seimbang dengan mafsadah yang ditimbulkan,” ungkapnya.
Kebijakan pemerintah mengedepankan kepentingan umum, tambahnya ini harus didahulukan. Tashorruf al-Imam ala ar-Ra’iyah manuthun bi al-Maslahah (Kebijakan pemerintah atas rakyat harus didasarkan pada prinsip kemaslahatan).
“Tindakan atau kebijakan yang ditempuh seorang pemimpin atau penguasa harus sejalan dengan kepentingan umum, bukan untuk golongan atau diri sendiri,” tegasnya.
KH Wahid Harun kemudian menjelaskan kaidah (ushul) fikih, Dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil masholih.
“Jadi menolak kerusakan, itu harus lebih diutamakan dari pada menarik kemaslahatan,” imbuhnya.
Ia juga menemukan fakta, bahwa, terkadang hajatan dengan menutup jalan, itu untuk kepentingan pribadi namun tidak memikirkan keresahan orang lain.
“Ada tetangga yang (halamannya) siap ditempati, tetapi tetap saja menutup jalan. Seakan bangga dengan menutup jalan. Yang begini ini, jelas haram hukumnya,” tegasnya.
“Bagaimana kalau (hajatan) tidak menutup jalan secara total, masih menyisakan space untuk pengguna jalan. Kalau hanya sebagian jalan, dengan masih memberikan bagian lain untuk akses lalu lintas, tidak menimbulkan dloror (merugikan) orang lain, maka, hal itu boleh,” tegasnya.
Di Sidoarjo sendiri, pernah terjadi aksi penutupan jalan untuk kegiatan hajatan, sehingga membuat macet total. Kemacetan tersebut dikeluhkan banyak warga Sidoarjo. Dampak penutupan jalan membuat warga atau pengguna jalan kesulitan akses untuk pergi ke sekolah, tempat kerja, maupun akses ke rumah sakit yang melalui jalan tersebut.
“Jadi, masyarakat perlu tahu, bahwa, menutup (total) jalan dampaknya menyengsarakan banyak orang, dan itu haram hukumnya,” pungkas Gus Wahid. (khu/gol)