- Facebook - AS Trencin
Mengapa Pemain Lokal Indonesia Sulit Dilirik Klub Eropa? Agen Resmi FIFA Berikan Penjelasan dan Bongkar Fakta Mengejutkan
Jakarta, tvOnenews.com - Agen resmi FIFA ungkap fakta pedih mengapa bakat lokal Indonesia sulit menembus panggung Eropa. Alasan klasik seperti mental hingga persepsi klub asing jadi faktor utama.
Seperti diketahui, impian melihat pemain asli Indonesia berkarier panjang di liga top Eropa seringkali terbentur tembok tebal realitas. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pemain kelahiran Tanah Air memang sangat jarang bisa bertahan lama dalam ketatnya kompetisi di Benua Biru.
Beberapa nama terakhir yang sempat mencicipi atmosfer Eropa adalah trio Timnas Indonesia yakni Egy Maulana Vikri, Witan Sulaeman, dan Marselino Ferdinan. Mulai dari Egy Maulana Vikri, pemain asal Medan itu tercatat sempat lima tahun berkelana di Eropa.
- tvOnenews.com - Julio Tri Saputra
Sejumlah klub berbeda pun pernah ia bela mulai dari Lechia Gdańsk di Polandia. Serta dua klub dari Slovakia yakni FK Senica dan ViOn Zlaté Moravce.
Sementara itu, Witan Sulaeman juga punya rekam jejak yang tak kalah apik dengan membela Radnik Surdulica, Lechia Gdańsk, hingga AS Trenčín. Sayangnya, kedua pemain tersebut tak bisa mempertahankan perjalanan kariernya di Eropa dan kini sudah kembali ke Tanah Air dengan memperkuat tim Liga 1.
Praktis, kini tersisa hanya Marselino Ferdinan sebagai pemain asli kelahiran Indonesia yang masih berjuang di Eropa. Gelandang muda kelahiran Jakarta tersebut saat ini tengah menjalani masa peminjaman di klub Liga Slovakia, AS Trenčín, demi mendapatkan menit bermain reguler.
Minimnya representasi pemain lokal yang mampu bertahan di panggung dunia ini memunculkan tanda tanya besar di benak publik sepak bola nasional. Menanggapi fenomena tersebut, Stephen Mensah, agen pemain berlisensi FIFA asal Ghana, memberikan pandangan eksklusif kepada tvOnenews.com.
Mensah membongkar bahwa tantangan terbesar bukan sekadar skill di lapangan, melainkan persepsi global yang masih memandang sebelah mata sepak bola Asia Tenggara. "Salah satu tantangan terbesar yang saya hadapi sebagai agen saat memasarkan pemain dari ASEAN, khususnya Indonesia, ke klub-klub Eropa adalah persepsi global yang ada tentang sepak bola Asia," ujar Mensah.
Ia menjelaskan bahwa di sebagian besar Eropa, masih tertanam pola pikir bahwa liga-liga di Asia kurang kompetitif dibandingkan wilayah lain. Anggapan ini menciptakan hambatan otomatis, di mana profil pemain Indonesia seringkali dikesampingkan bahkan sebelum kemampuan teknis mereka dievaluasi secara adil.
- Doc. Stephen Mensah
"Persepsi ini menciptakan hambatan otomatis bahkan sebelum seorang pemain dievaluasi berdasarkan kemampuannya (on merit)," tambahnya. Namun, Mensah menegaskan bahwa narasi negatif tersebut bukanlah harga mati yang tidak bisa ditawar.
Kesuksesan pemain Asia lain di liga top dunia membuktikan bahwa jika pemain memiliki kualitas tinggi, asal negara tidak lagi menjadi masalah. Sorotan tajam Mensah justru tertuju pada masalah internal yang kerap diabaikan oleh para pemain lokal Indonesia, yaitu soal pola pikir.
Menurutnya, banyak pemain Indonesia yang terjebak dalam zona nyaman dan memandang sepak bola hanya sebatas aktivitas hobi yang didasari gairah semata. "Gairah (passion) itu penting, tetapi sepak bola modern juga merupakan sebuah bisnis," tegas Mensah mengingatkan.
Ia menekankan bahwa pemain yang hanya mengandalkan passion tanpa memahami branding dan nilai kontrak akan sulit dilirik oleh pasar internasional. Lebih jauh, Mensah membongkar empat pilar fundamental yang dinilainya masih lemah dalam struktur pengembangan pemain di Indonesia.
Keempat aspek krusial yang wajib dibenahi tersebut meliputi sisi teknis, pemahaman taktikal, ketahanan fisik, dan kekuatan mental. Menurutnya, bakat mentah saja tidak cukup untuk menutupi kekurangan dalam pemahaman taktik dan kedisiplinan yang menjadi standar mati di Eropa.
"Eropa menghargai efisiensi dan presisi, pemain yang bersih secara teknis beradaptasi lebih cepat dan mendapatkan kepercayaan dari pelatih di luar negeri," ungkapnya. Di akhir wawancara, Mensah memberikan pandangan optimis bahwa Indonesia memiliki bahan baku pemain yang luar biasa melimpah.
Namun, pekerjaan rumah untuk membenahi fundamental harus segera dilakukan agar pemain kita tidak sekadar "lewat" di Eropa seperti pendahulunya. "Jika mereka memperbaiki area-area kunci ini, mereka tidak perlu mengejar Eropa justru Eropa yang akan mulai datang untuk mereka," pungkas Mensah.
(sub)