- tim tvonenews
NU Versus NU
Lagipula sejak kapan NU adem ayem terus menerus? Dalam sejarahnya NU sangat piawai mengelola konflik. Organisasi ini sangat lentur berhadapan dengan tekanan, ancaman, hambatan baik dari luar maupun dari dalam. Almarhum H Choirul Anam pernah mencatat sejarah panjang konflik di tubuh NU dalam buku 'Membanding Ulah GPK Abu Hasan (1996). Ada konflik Subchan versus KH Idham Chalid, KH Achmad Sjaichu versus KH Idham Kholid. Cipete versus Situbondo dan mufaraqahnya KH As'ad Samsul Arifin dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Yang tak main-main terjadi di zaman Orde Baru. Persisnya terjadi saat Muktamar ke-29 di Cipasung Tasikmalaya. Saat itu karena perbedaan sudah sangat tak bisa didamaikan bahkan telah muncul KPPNU sebagai tandingan PBNU.
Di era reformasi Muktamar NU juga tidak sepi dari konflik seperti Muktamar ke 31 di Boyolali antara KH Abdurrahman Wahid versus KH Hasyim Muzadi dan Muktamar NU ke-33 di Jombang antara KH Hasyim Muzadi versus KH Said Aqil Siroj.
Terbaru, yang mungkin masing hangat dalam ingatan adalah Muktamar ke-34 NU di Lampung. Kali ini dinamika disebabkan perbedaan figur calon Ketua Umum PBNU. Munculnya calon ketua umum PBNU KH Said Aqil Siroj (petahana) yang ingin dipertahankan oleh pendukungnya berhadapan dengan kelompok pendukung Katib Aam KH Yahya Cholil Staquf yang menghendaki regenerasi.
Namun, terbukti NU toh tetap solid dan hingga kini tahan segala cuaca. Seperti suami istri yang hanya butuh tidur bareng untuk meredakan ketegangan pada saat dompet semakin menipis di akhir bulan, gegeran itu pada saatnya akan selesai setelah para kiai duduk bareng, gayeng sambil klekaran, ngopi dan merokok.
Saya menenangkan diri soal gegeran jelang coblosan ini dengan mengingat lagi tradisi yang mapan di NU soal perbedaan pendapat. Otokritik mengalir dalam darah setiap warga NU secara organik. Setiap yang pernah mengikuti forum-forum Bahtsul Masail pasti tahu para kiai terbiasa berdebat secara diametral dan sengit soal permasalahan hukum di masyarakat. Argumentasi, hujjah, dalil disampaikan dengan jernih karena berdasarkan dari Al-Qur’an, Hadits, dan kitab kuning.