- Kementan
Mentan sebut Dolar Bisa Dibikin Jadi Rp 1.000, Ekonom Lontarkan Respons Menohok
Jakarta, tvOnenews.com - Belakangan ini ucapan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman jadi sorotan publik. Pasalnya, ia menyatakan nilai tukar Rupiah bisa saja menguat drastis hingga menyentuh angka Rp 1.000 per dollar Amerika Serikat (AS).
Pernyataan itu tak hanya jadi sorotan publik, tetapi juga menuai komentar dari Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede,
Ia menilai, bahwa pernyataan yang disampaikan Mentan Amran itu belum realistis, terlebih jika hanya bertumpu pada satu sektor tertentu.
"Secara sistematis, pernyataan bahwa hilirisasi komoditas kelapa dapat memperkuat nilai tukar rupiah hingga mencapai Rp 1.000 per dollar AS cenderung belum realistis, terutama dalam jangka menengah maupun jangka panjang," bebernya.
Josua mengakui bahwa hilirisasi memang memiliki peran strategis dalam memperkuat fundamental ekonomi, khususnya melalui peningkatan nilai tambah ekspor dan pengurangan ketergantungan terhadap produk impor.
Ia menyoroti potensi besar dari komoditas kelapa, yang tak hanya terbatas pada minyak kelapa, tetapi juga produk turunan seperti karbon aktif, nanoselulosa, hingga bioavtur.
Namun, ia mengingatkan bahwa nilai tukar rupiah tidak hanya dipengaruhi oleh performa satu sektor saja.
Ada banyak faktor lain yang turut membentuk kekuatan kurs mata uang, mulai dari neraca perdagangan secara keseluruhan, iklim investasi, inflasi, suku bunga, kebijakan moneter Bank Indonesia, kondisi fiskal nasional, dan sebagainya.
Lebih lanjut, Josua menyoroti posisi Indonesia sebagai salah satu eksportir kelapa terbesar di dunia, dengan ekspor minyak kelapa menyumbang sekitar 27 persen dari produksi global.
Indonesia juga mengekspor produk turunan lainnya seperti crude coconut oil (CCO), karbon aktif, serat kelapa, hingga briket arang.
Potensi ekspor sektor ini pun diproyeksikan terus meningkat, dari 1,56 miliar dollar AS pada 2023 menjadi 5,23 miliar dollar AS pada 2045.
Namun, jika dibandingkan dengan total ekspor nasional yang telah menembus angka 200 miliar dollar AS per tahun, kontribusi sektor kelapa masih tergolong kecil.
Selain itu, ia menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi dalam pengembangan industri kelapa, seperti rendahnya produktivitas petani, keterbatasan akses terhadap teknologi dan pembiayaan, serta persoalan pemasaran.
Dengan mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, Josua menekankan bahwa harapan untuk menguatkan nilai tukar rupiah ke level Rp 1.000 per dollar AS tidak bisa dibebankan hanya pada sektor kelapa atau hilirisasi semata.
"Pemerintah perlu melihat strategi hilirisasi kelapa sebagai bagian dari kebijakan ekonomi yang lebih luas, termasuk menjaga stabilitas makroekonomi, meningkatkan produktivitas sektor-sektor lain, dan memperkuat daya saing industri secara keseluruhan agar tercipta penguatan nilai tukar rupiah yang realistis, berkelanjutan, dan stabil," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman katakan, nilai tukar Rupiah bisa saja menguat drastis hingga menyentuh angka Rp 1.000 per dollar Amerika Serikat (AS).
Namun, syaratnya tidak main-main, Indonesia harus serius menggarap hilirisasi komoditas ekspor sejak saat ini, salah satunya sektor pertanian.
hilirisasi komoditas ekspor sejak saat ini, salah satunya sektor pertanian.
"Dollar AS bisa Rp 1.000 ke depan. Tapi ini harus dikerjakan dari sekarang," jelas Amran saat berbicara dalam Rakor Pembangunan Daerah Triwulan II Pemda DIY di Gedhong Pracimasono, Kepatihan, Yogyakarta.
Amran menggarisbawahi pentingnya pengolahan produk ekspor di dalam negeri. Ia mencontohkan komoditas kelapa bulat, yang saat ini banyak diekspor dalam bentuk mentah dengan nilai mencapai Rp 20 triliun.
Jika diolah terlebih dahulu di dalam negeri, potensi nilai tambahnya bisa melonjak berkali-kali lipat.
"Sekarang ini ekspor kita nilainya Rp 20 triliun untuk kelapa, kali 100, itu Rp 2.000 triliun," kata Amran yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2014-2019 itu.
"Kalau seluruh komoditas ekspor kita yang kita kirim ke luar negeri itu kita hilirisasi katakanlah Rp 20.000 sampai Rp 50.000 triliun," pungkas Amran. (aag)