- Istimewa
Usul Pemakzulan Wapres Gibran Disebut Makar Terselebung, Pengamat Minta Negara Tak Diam
Dia juga mendorong agar Presiden bersikap tegas. Dis tidak boleh membiarkan pemerintahan lima tahun ke depan dikacaukan oleh kepentingan politik yang menyaru dalam wajah patriotisme semu.
"Prabowo harus dikelilingi oleh orang-orang yang setia, cerdas, dan taktis. Lima tahun ke depan adalah momentum untuk membersihkan negara ini dari para penyamun yang bersembunyi di balik simbol kehormatan dan retorika palsu. Indonesia tak kekurangan kritik," katanya.
Pieter Zulkifli berpandangan hal langka sekarang ialah kritik yang jernih, berbasis fakta, dan berorientasi solusi. Pemakzulan tanpa fakta justru menciptakan trauma politik berkepanjangan.
"Pembangunan jalan cepat, reforma agraria, hilirisasi nikel, semua terancam tersendat bila panggung nasional terus dipenuhi drama konstitusional," ujar dia.
Dia megatakan sudah saatnya dinamika politik dijalankan dengan harmoni. Dia mengamini oposisi kritis memang haris tetap hadir, tetapi loyal kepada konstitusi.
"Pemerintah mesti responsif namun tak alergi kritik. Koherensi semacam itu ialah prasyarat utama agar demokrasi melahirkan kemakmuran, bukan keributan," katanya.
Pieter Zulkifli mengingatkan di hadapan tantangan global, seperti perang dagang, krisis alam, disrupsi teknologi, Indonesia mustahil melaju jika energinya disedot polemik pemakzulan yang rapuh argumen.
Oleh karenanya, dia mengajak publik menjaga demokrasi dengan akal sehat, bukan dengan nafsu politik. Menurut dia, konstitusi harus dijaga sebagai rumah bersama, bukan alat mainan kekuasaan.
"Pemakzulan bukanlah alat untuk menyelesaikan ketidaksukaan. Jika ini terus dibiarkan, Indonesia bukan hanya akan kehilangan arah, tapi juga kehilangan martabatnya sebagai negara hukum," kata Pieter Zulkifli.
"Kita ingin Indonesia yang maju, adil, dan bermartabat. Tapi itu hanya mungkin terjadi jika semua pihak, terutama elite politik dan militer, tunduk pada hukum dan menghormati kehendak rakyat," tegasnya. (muu)