- Kejaksaan Agung RI
Kejagung Akhirnya Berhentikan Pinangki
Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya memberhentikan Pinangki Sirna Malasari secara tidak hormat dari jabatannya sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Pemberhentian itu didasari oleh Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 185 Tahun 2021 yang ditandatangani Jumat (6/8).
“Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 185 Tahun 2021 tanggal 6 Agustus 2021 tentang Pemberhentian karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan terhadap pegawai negeri sipil atas nama DR Pinangki Sirna Malasari,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak saat konferensi pers secara virtual Jumat siang.
Keputusan pemberhentian secara tidak hormat itu diambil karena Pinangki terbukti bersalah menerima suap dari Djoko Tjandra dan karena Jaksa Agung mempertimbangkan putusan kasus Pinangki di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Pegawai negeri sipil diberhentikan tidak dengan hormat apabila dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” tambah Leonard
Sebelumnya Kapuspenkum juga menegaskan bahwa Pinangki sudah tidak menerima gaji sebagai PNS kejaksaan sejak September 2020. Begitu juga dengan tunjangannya sudah diberhentikan sejak Agustus 2020.
Ia pun membantah adanya pemberitaan yang menyebutkan Pinangki masih menerima gaji selama persidangan kasus korupsi yang dijalaninya.
"Bersama ini kami luruskan materi pemberitaan 'tidak benar'. Kami sampaikan bahwa gaji Pinangki Sirna Malasari sudah tidak diterima (diberhentikan) sejak September 2020, sedangkan tunjangan kinerja dan uang makan juga sudah tidak diterima lagi oleh yang bersangkutan (diberhentikan) sejak Agustus 2020," kata Leonard dalam keterangannya tertulisnya, Kamis (5/8).
Leonard juga menyebutkan bahwa Pinangki Sirna Malasari telah diberhentikan sementara dari jabatan PNS sehingga sudah tidak lagi berstatus sebagai jaksa sejak Agustus 2020.
Keputusan Jaksa Agung hari ini sekaligus mencabut surat keputusan sebelumnya pada tanggal 12 Agustus 2020 tentang pemberhentian sementara Pinangki.
Pemberitaan soal status PNS Pinangki Sirna Malasari masih mendapat gaji diungkapkan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
Koordinator MAKI Bonyamin Saiman berharap dengan telah inkrahnya kasus Pinangki Sirna Malasari, dan sudah dieksekusinya yang bersangkutan ke Lapas Kelas IIA Tangerang, otomatis segara dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Pinangki, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
PP Nomor 53 Tahun 2010 itu kata Bonyamin, menerangkan pemberhentian tidak dengan hormat seorang jaksa apabila dia melakukan pelanggaran hukum dan dihukum maksimal di atas 5 tahun.
"Jika tidak segera diberhentikan maka hak gaji ini masih bisa diterima oleh Pinangki, jangan sampailah uang negara malah untuk memberikan gaji terhadap orang yang sudah dieksekusi kasusnya korupsi," ujar Bonyamin.
Pinangki Sirna Malasari merupakan terdakwa tindak pidana korupsi yang melibatkan buronan kelas kakap Djoko Tjandra dan Irjen Pol. Napoleon Bonaparte.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Pinangki Sirna Malasari 10 tahun penjara. Selain itu, Pinangki dihukum membayar denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada sidang banding Senin (14/6) memangkas hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun.
Dalam perkara ini, Pinangki terbukti melakukan tiga perbuatan pidana, yaitu pertama terbukti menerima suap sebesar 500.000 dolar AS dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra.
Uang itu diberikan dengan tujuan agar Djoko Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi pidana 2 tahun penjara berdasarkan putusan Peninjauan Kembali No. 12 tertanggal 11 Juni 2009.
Pinangki ikut menyusun action plan berisi 10 tahap pelaksanaan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) atas putusan PK Djoko Tjandra dengan mencantumkan inisial "BR" yaitu Burhanuddin sebagai pejabat di Kejaksaan Agung dan "HA" yaitu Hatta Ali selaku pejabat di MA dengan biaya 10 juta dolar AS namun baru diberikan 500.000 dolar AS sebagai uang muka.
Perbuatan kedua, Pinangki dinilai terbukti melakukan pencucian uang senilai 375.279 dolar AS atau setara Rp5.253.905.036,00. (act/ant)