Dicontohkannya, jika harga standar kamar hotel Rp1 juta maka menjadi Rp3 juta. Selanjutnya untuk zona 2 seperti Senggigi maupun di Gili hanya boleh menaikkan harga dua kali lipat dari Rp1 juta menjadi Rp2 juta.
"Boleh menaikkan tarif tapi maksimal disesuaikan dengan zonasi," ucapnya.
Dengan pengalaman 2022 lalu, Pemprov tidak ingin kecolongan lagi. Pihaknya bersama Tim Satgas Pemantau Tarif hotel memastikan jangan sampai ada kenaikan mencapai 10 kali lipat.
"Ada juga Satgas yang memantau. Mereka dari unsur kepolisian, kejaksaan, pelaku pariwisata sendiri PHRI, Astindo, Asita dan lain lain untuk memastikan tidak boleh terulang seperti 2022 yang harganya naik sampai 10 kali lipat," terangnya.
Mantan Kadis Perkim NTB itu mengungkapkan pemantauan tersebut dilakukannya supaya jangan ada lagi penonton (tamu) yang kapok menginap di Lombok. Dampaknya mereka lebih baik memilih kamar hotel di Bali yang tidak ada kenaikan harga.
"Kalau harga kamar hotel tinggi pasti mereka menginap di Bali. Belanja, makan di Bali. Kalau sudah begitu terus kita ndak dapat apa apa. Kasihan pelaku usaha lain juga seperti usaha transportasi kita dan lain lain," katanya.*(ant/bwo)
Load more