Disebut juga sadaqat al-fitr karena kata sadaqah dalam terminologi syariah selalu dipakai dalam pengertian zakat.
Zakat fitri sendiri mulai diwajibkan kepada semua umat muslim pada tahun ke-2 Hijriah bersamaan pada tahun diwajibkannya puasa Ramadhan namun sebelum diwajibkannya zakat mal. Zakat fitri wajib dilaksanakan berdasarkan dalil-dalil berikut.
a. Hadis Ibnu Umar RA:
. فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
Dari Ibnu Umar (diriwayatkan) ia berkata: “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitri satu sa’ dari kurma atau sa’ dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum Muslimin. Beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang berangkat untuk shalat (ied).” (HR al-Bukhari).
b. Hadis Abdullah bin Umar RA:
عَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ اَلْفِطْرِ, صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ: عَلَى اَلْعَبْدِ وَالْحُرِّ, وَالذَّكَرِ, وَالْأُنْثَى, وَالصَّغِيرِ, وَالْكَبِيرِ, مِنَ اَلْمُسْلِمِينَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ اَلنَّاسِ إِلَى اَلصَّلَاةِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْه (
Dari Abdullah bin Umar (diriwayatkan), bahwa Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitri di bulan Ramadhan atas setiap jiwa dari kaum Muslimin, baik orang merdeka, hamba sahaya, laki-laki atau pun perempuan, anak kecil maupun dewasa, yaitu berupa satu sa’ kurma atau satu sa’ gandum. (HR Muslim).
Kedua hadist ini dengan tegas menyatakan bahwa zakat fitri adalah wajib atas setiap orang Muslim dewasa maupun anak kecil, laki-laki maupun wanita.
Hadist riwayat al-Bukhari dan Muslim menjelaskan:
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ – رضي الله عنه – قَالَ: – كُنَّا نُعْطِيهَا فِي زَمَانِ اَلنَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – صَاعًا مِنْ طَعَامٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ. – مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Dari Abū Sa’īd al-Khudri RA (diriwayatkan) ia berkata: “Kami mengeluarkan zakat fitri satu sa’ dari makanan atau satu sa’ dari gandum atau satu sa’ dari kurma atau satu sa’ dari keju (mentega) atau satu sa' dari kismis (anggur kering).” (HR al-Bukhārī dan Muslim).
Hadist di atas menjelaskan bahwa kadar zakat fitri yang harus dikeluarkan untuk setiap individu adalah minimal satu sa' dari makanan pokok yang dikonsumsi. Dalam hadits ini dicontohkan seperti gandum, kurma, atau dari kismis (anggur kering) atau uang seharga makanan tersebut karena makanan itu merupakan makanan pokok saat itu.
Satu sa’ sama dengan 1/6 liter Mesir atau setara dengan 2.167 gram (hal itu berdasarkan timbangan dengan gandum). Apabila di suatu daerah makanan pokoknya lebih berat dari pada gandum, seperti beras misalnya, maka wajib untuk menambah dari ukuran tersebut, maka untuk kehati-hatian digenapkan menjadi kurang lebih 2,5 kg beras.
Merujuk pada hadits - hadits di atas diketahui bahwa kadar zakat fitri yang harus dikeluarkan untuk tiap-tiap orang adalah satu sa’ (± 2,5 kg) dari bahan makanan pokok setempat.
Lalu jika diuangkan, jika harga beras di pasar rata-rata Rp 12.000 per kg. Maka zakat fitri yang harus dibayar per orang adalah 2,5 kg x Rp 12.000 = Rp 30.000. Apabila dalam sebuah rumah tangga jumlahnya empat orang, maka zakat fitri yang harus dibayar adalah 4 x Rp 30.000 = Rp 120.000.
Namun perlu diingat bahwa alangkah baiknya jika membayar dengan harga makanan pokok (beras) sesuai kualitas beras yang dikonsumsi setiap hari sebagai asas keadilan. Karena sebagian keluarga ada yang mengonsumsi beras biasa namun ada pula yang mengonsumsi beras premium yang harganya lebih tinggi.
Wajib membayar zakat fitri bagi orang yang mampu membayarnya baik laki - laki, perempuan, dewasa, maupun anak-anak. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
يُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (At-Talaq 7).
Ayat ini merupakan perintah umum kepada orang yang berkemampuan untuk mengeluarkan sebagian dari hartanya, termasuk mengeluarkan zakat. Dari ayat ini dipahami bahwa zakat fitri diwajibkan atas orang yang berkelapangan rezeki (mampu).
Sedangkan para mustahiq atau golongan yang berhak menerima zakat seperti anak yatim piatu dan anak miskin di panti asuhan tentu tak perlu mengeluarkan zakat.
Mereka tidak memiliki harta kekayaan dan mereka ditanggung nafkahnya oleh panti asuhan. Panti asuhan sendiri tidak memiliki kekayaan sendiri, karena biaya yang diperolehnya hanyalah sumbangan dari masyarakat, bahkan tidak jarang pula panti asuhan merasa cukup berat menanggung pembiayaan anak asuhnya. Atas dasar itu maka anak-anak yatim piatu atau miskin di panti asuhan itu tidak wajib dibayarkan zakat fitrinya.
Zakat fitri mulai dikeluarkan para wajib zakat pada bulan Ramadhan dan selambat-lambatnya sebelum salat Idul Fitri tanggal 1 Syawal.
Lantas jika ada anggota keluarga yang meninggal di bulan Ramadhan apakah wajib dibayarkan zakat fitrahnya?
Jawabannya adalah tidak karena ini merupakan penegasan bahwa zakat fitri wajib dikeluarkan pada saat terbenam matahari hari terakhir Ramadhan. Artinya umat Muslim yang meninggal sebelum saat tersebut tidak wajib membayar zakat fitri karena ketika ia meninggal zakat fitri belum jatuh tempo.
Begitu juga anak yang lahir sesudah terbenam matahari tidak wajib dibayarkan zakat fitri karena ia lahir setelah zakat fitri jatuh tempo. Sebaliknya orang yang meninggal sesudah terbenamnya matahari akhir Ramadhan dan orang masuk Islam atau anak yang lahir sebelum terbenamnya matahari hari terakhir Ramadhan wajib dikeluarkan zakat fitrinya.
Pembayaran zakat fitri boleh dimajukan sebelum terbenamnya matahari akhir Ramadhan. Dasarnya adalah hadis Nabi SAW riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim dari Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa zakat fitri dikeluarkan antara lain dengan maksud menyantuni orang miskin. Selain itu didasarkan pula kepada hadis yang membolehkan penyegeraan pembayaran zakat fitri secara umum.
Zakat fitrah dipandang sah apabila telah diberikan kepada fakir miskin sebelum salat Idul Fitri dilakukan. Namun bisa saja terjadi, setelah zakat fitri disalurkan kepada semua fakir miskin di daerah penarikan, ternyata masih terdapat kelebihan.
Tetapi untuk menyalurkan kelebihan zakat fitri tersebut kepada fakir miskin di daerah lain sebelum dilaksanakan shalat Idul Fitri sering kali menemui kesulitan. Misalnya karena sangat terbatasnya waktu untuk menyalurkan, jarak yang jauh sementara sarana angkutan (transportasi) tidak tersedia secara cukup dan lain-lain kesulitan yang dihadapi, mengakibatkan panitia tidak mampu menyampaikan zakat fitri kepada fakir miskin di daerah lain tersebut sebelum salat Idul Fitri.
Atas dasar dalil-dalil di atas, jika tertundanya pembagian zakat fitri kepada fakir miskin sampai dengan dilaksanakan salat Idul Fitri disebabkan oleh kesulitan yang tidak mampu ditanggulangi panitia maka zakat fitri yang dikeluarkan oleh orang yang wajib mengeluarkan zakat fitri dan diserahkan kepada panitia sebelum salat Idul Fitri tetap terhitung sah.
Untuk itu alangkah baiknya agar para wajib zakat fitrah untuk bisa menyegerakan mengeluarkan zakat atau tidak terlalu dekat dengan hari raya Idul Fitri. Ini untuk memberi waktu yang cukup kepada panitia untuk menyampaikan harta zakat fitri tersebut sebelum salat Idul Fitri.
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan diwajibkannya mengeluarkan dan mendistribusikan zakat fitri. Perbedaan tersebut terbagi dua pendapat:
Pertama, Malikiyyah, Syafiiyyah, dan hanabilah berpendapat bahwa waktu wajib mengeluarkan zakat fitri merupakan kewajiban yang terbatas yaitu sejak terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadhan sampai sebelum dilaksanakannnya shalat id.
Kedua, Hanafiyyah berpendapat bahwa waktu diwajibkan mengeluarkan dan mendistribusikan zakat fitri merupakan wajib muwassa’ (wajib mutlak). Yaitu kewajiban yang tidak dibatasi waktunya, kapan pun seorang mukallaf mengeluarkan zakat fitri maka berarti ia telah melaksanakannya, meskipun yang sangat dianjurkan mengeluarkan sampai sebelum ia pergi ke tempat pelaksanaan shalat id.
Mereka berdalil pada hadis riwayat al-Hakim dan al-Daruqutni:
عن بن عمر قال فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر وقال أغنوهم في هذا اليوم
“Dari Ibnu Umar (diriwayatkan), ia bekata: Rasulullah SAW mewajibkan zakat, dan ia berkata ”Cukupilah mereka (daripada meminta-minta) pada hari ini (hari raya Idul Fitri).” (HR al-Daruqutni).
Sabda Nabi ini menunjukkan bahwa zakat fitri diberikan kepada fakir miskin pada dasarnya untuk membuat mereka berkecukupan pada Idul Fitri sehingga tidak keliling meminta-minta dari rumah ke rumah. Membuat mereka berkecukupan, utamanya tidak hanya pada hari raya, tapi sepanjang tahun atau sepanjang hidupnya.
Pembagian zakat fitri sepanjang tahun atau bahkan seumur hidup, menurut Mazhab Ḥanafī, tidak sekedar ditunjukkan oleh sabda (sunnah qauliyyah) tersebut, tapi menjadi praktik Nabi (sunnah fi’liyyah) dalam pembayaran zakat.
Hadits-hadits Nabi SAW menjelaskan bahwa terdapat beberapa fungsi dan tujuan dari zakat fitrah, yaitu;
a. Zakat fitri itu adalah hak bagi fakir miskin dan sebagai makanan bagi mereka
b. Tujuan dari zakat fitri itu adalah membantu fakir miskin di hari raya agar ikut bergembira sebagaimana saudara-saudaranya, dapat membersihkan diri si kaya dari sifat kikir dan akhlak tercela, serta dapat mendidik diri bersifat mulia dan pemurah.
c. Fungsi zakat itu sesungguhnya adalah untuk dapat mengubah keadaan si mustahiq menjadi muzaki, dan bukan hanya memberi makan mereka untuk saat hari raya saja. Tetapi juga untuk hari-hari berikutnya, dapat menjamin kehidupan sosial bagi masyarakat dan si miskin dapat tambahan jaminan kehidupannya karena zakat fitri itu adalah haknya dan akan mengurangi jurang antara si kaya dan si miskin. (afr)
Load more