Review Film Horor Indonesia: Film Sukma Curi Perhatian, CGI Lokal Layak Disejajarkan dengan The Conjuring?
- Instagram @filmsukma
Review dan Kualitas Produksi
Sukma berhasil mencuri perhatian dengan torehan lebih dari 560 ribu penonton. Keberhasilan ini bukan sekadar angka, melainkan buah dari kerja keras panjang. Naskah ditulis selama hampir satu setengah tahun, sementara proses produksi hingga rilis memakan waktu setahun penuh.
Salah satu keunggulan Sukma ada pada pemilihan aktor yang mengutamakan kualitas akting. Film tersebut dibintangi oleh Luna Maya, Christine Hakim, Oka Antara, Kimberly Ryder, Asri Welas, Khrisna Keitaro, Anna Jobling dan Fedi Nuril.
Produser Baim Wong menegaskan, “Pemain yang kami pilih bukan karena mereka terkenal, tetapi karena kemampuan mereka. Kalau ditonton, penonton akan langsung mengerti mengapa mereka cocok dengan perannya masing-masing.”
Selain itu, proses teknis digarap serius. Mulai dari grading warna, tata suara, hingga scoring musik dilakukan dengan standar profesional. Efek CGI yang dikerjakan selama delapan bulan pun menjadi nilai tambah, membuktikan bahwa industri film Indonesia mampu menghadirkan visual menawan.
Perbandingan dengan The Conjuring
Jika dibandingkan dengan The Conjuring, Sukma jelas punya pendekatan berbeda. The Conjuring terkenal dengan gaya horor “true story” berbasis investigasi Ed dan Lorraine Warren, menghadirkan atmosfer klasik Barat dengan rumah tua, boneka berhantu, dan ritual eksorsisme.
- Tangkapan layar youtube Kawan Review
Penonton dibuat ngeri lewat ketegangan psikologis dan nuansa religius khas Katolik.
Sementara itu, Sukma mengandalkan kekuatan lokalitas, dendam arwah, mistis pedesaan, serta nuansa budaya Nusantara yang sarat kearifan lokal.
Jika The Conjuring menakutkan karena “realisme supranatural” ala Barat, maka Sukma membuat bulu kuduk berdiri karena kisahnya terasa dekat dengan keseharian masyarakat Indonesia.
Dari sisi visual, The Conjuring memang punya standar Hollywood yang rapi dan mendetail. Namun Sukma berhasil membuktikan bahwa CGI lokal bisa tampil memukau. Dengan segala keterbatasannya, film ini menunjukkan keberanian bersaing di tengah dominasi film horor internasional.
Perbandingan dengan The Conjuring justru menunjukkan bahwa horor Nusantara punya keunikan tersendiri, mengangkat akar budaya yang lebih dekat dengan penonton Tanah Air. (udn)
Load more