Review Film Horor Indonesia: Film Sukma Curi Perhatian, CGI Lokal Layak Disejajarkan dengan The Conjuring?
- Instagram @filmsukma
tvOnenews.com - Masyarakat Indonesia dikenal memiliki ketertarikan yang besar terhadap film horor. Dari generasi ke generasi, bioskop Tanah Air kerap dipenuhi penonton yang rela antre demi menyaksikan cerita-cerita mistis yang dekat dengan budaya lokal.
Tema horor seakan tak pernah kehilangan penggemarnya, justru semakin berkembang dengan sentuhan modern yang menggabungkan cerita rakyat, mitos, hingga teknologi sinematografi canggih.
Fenomena ini terlihat jelas dari ramainya bioskop setiap kali film horor lokal dirilis. Antusiasme masyarakat tidak hanya sebatas menonton, melainkan juga ramai dibicarakan di media sosial, memunculkan tren baru, bahkan kadang menjadi topik hangat di kalangan anak muda.
Film horor Indonesia kini bukan sekadar tontonan hiburan, melainkan juga bagian dari identitas budaya yang memikat penonton dengan nuansa khas Nusantara. Di tengah gempuran film internasional yang juga mengusung genre horor, film lokal justru mampu menunjukkan taringnya.
Hal ini menjadi bukti bahwa karya anak bangsa mampu bersaing, bahkan menempati posisi penting di hati penonton. Salah satu yang baru-baru ini mencuri perhatian adalah film “Sukma”, yang berhasil menembus angka penonton fantastis hanya dalam waktu singkat.
Melansir dari YouTube Kawan Review dan Cine crib, berikut ulasan Film Sukma, yang disebut-sebut layak bersanding dengan film The Conjuring.
Sinopsis Singkat Sukma
Film horor lokal berjudul Sukma hadir dengan cerita mencekam yang mengangkat kisah misteri kematian seorang gadis yang arwahnya tak tenang. Kisah bermula ketika sekelompok remaja secara tak sengaja membuka kembali rahasia kelam di sebuah desa terpencil.
Gangguan gaib pun mulai bermunculan, menghantui setiap langkah mereka, hingga memunculkan teror nyata yang mengancam nyawa. Sosok Sukma yang penuh dendam menjadi pusat cerita, menuntut balas atas peristiwa masa lalu yang tragis.
Atmosfer mencekam dibangun sejak awal, dengan adegan-adegan jumpscare yang tak terduga, ditambah penggunaan CGI berani yang membuat pengalaman menonton semakin intens.
Cerita yang dekat dengan budaya lokal menjadikan Sukma lebih terasa menyeramkan bagi penonton Indonesia, karena menghadirkan suasana horor yang akrab dengan kehidupan sehari-hari.
Review dan Kualitas Produksi
Sukma berhasil mencuri perhatian dengan torehan lebih dari 560 ribu penonton. Keberhasilan ini bukan sekadar angka, melainkan buah dari kerja keras panjang. Naskah ditulis selama hampir satu setengah tahun, sementara proses produksi hingga rilis memakan waktu setahun penuh.
Salah satu keunggulan Sukma ada pada pemilihan aktor yang mengutamakan kualitas akting. Film tersebut dibintangi oleh Luna Maya, Christine Hakim, Oka Antara, Kimberly Ryder, Asri Welas, Khrisna Keitaro, Anna Jobling dan Fedi Nuril.
Produser Baim Wong menegaskan, “Pemain yang kami pilih bukan karena mereka terkenal, tetapi karena kemampuan mereka. Kalau ditonton, penonton akan langsung mengerti mengapa mereka cocok dengan perannya masing-masing.”
Selain itu, proses teknis digarap serius. Mulai dari grading warna, tata suara, hingga scoring musik dilakukan dengan standar profesional. Efek CGI yang dikerjakan selama delapan bulan pun menjadi nilai tambah, membuktikan bahwa industri film Indonesia mampu menghadirkan visual menawan.
Perbandingan dengan The Conjuring
Jika dibandingkan dengan The Conjuring, Sukma jelas punya pendekatan berbeda. The Conjuring terkenal dengan gaya horor “true story” berbasis investigasi Ed dan Lorraine Warren, menghadirkan atmosfer klasik Barat dengan rumah tua, boneka berhantu, dan ritual eksorsisme.
- Tangkapan layar youtube Kawan Review
Penonton dibuat ngeri lewat ketegangan psikologis dan nuansa religius khas Katolik.
Sementara itu, Sukma mengandalkan kekuatan lokalitas, dendam arwah, mistis pedesaan, serta nuansa budaya Nusantara yang sarat kearifan lokal.
Jika The Conjuring menakutkan karena “realisme supranatural” ala Barat, maka Sukma membuat bulu kuduk berdiri karena kisahnya terasa dekat dengan keseharian masyarakat Indonesia.
Dari sisi visual, The Conjuring memang punya standar Hollywood yang rapi dan mendetail. Namun Sukma berhasil membuktikan bahwa CGI lokal bisa tampil memukau. Dengan segala keterbatasannya, film ini menunjukkan keberanian bersaing di tengah dominasi film horor internasional.
Perbandingan dengan The Conjuring justru menunjukkan bahwa horor Nusantara punya keunikan tersendiri, mengangkat akar budaya yang lebih dekat dengan penonton Tanah Air. (udn)
Load more