IRI Indonesia Gandeng PGI Luncurkan Panduan Ajaran Agama dan Buku Rumah Ibadah untuk Pelestarian Hutan Tropis
- IRI Indonesia
Jakarta, tvOnenews.com – Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia bersama Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) meluncurkan Panduan Ajaran Agama dan Buku Rumah Ibadah melalui lokakarya yang digelar hybrid di Gedung PGI Pusat, GRHA Oikoumene, Jakarta, serta daring lewat Zoom.
Acara ini menghadirkan pengurus pusat dan wilayah PGI, tokoh keagamaan Protestan, hingga akademisi untuk memperkuat peran institusi gereja dalam menjaga hutan tropis dan memperjuangkan hak masyarakat adat.
Lokakarya dibuka dengan sambutan dari Pdt. Johan Kristantara selaku Advisory Council IRI Indonesia, Dr. Hayu Prabowo sebagai National Facilitator IRI Indonesia, dan Ketua Umum PGI Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty.
Ketiganya menekankan pentingnya sinergi rumah ibadah dengan gerakan pelestarian lingkungan berbasis nilai spiritual. Menurut Pdt. Johan Kristantara, bagi umat Kristiani, menjaga hutan adalah panggilan iman.
“Menjaga hutan merupakan panggilan Tuhan adalah sebuah mandat untuk memelihara, bukan kesempatan untuk mengeksploitasi,” tegasnya.
Ia menambahkan gereja seharusnya menjadi teladan dalam kepedulian ekologis melalui pengajaran sederhana, mulai dari pola konsumsi hingga membentuk kesadaran lingkungan.
- IRI Indonesia
Sementara itu Dr. Hayu Prabowo menekankan bahwa sains saja tidak cukup untuk menggerakkan masyarakat.
“Sains memberi kita data dan teknologi, tapi untuk menggerakkan masyarakat, kita butuh kekuatan nilai-nilai agama,” ujarnya.
Hayu mengingatkan bahwa lebih dari 95% bencana di Indonesia berkaitan langsung dengan krisis iklim dan deforestasi.
Karena itu gerakan lintas agama diharapkan mampu melahirkan kebijakan berbasis sains sekaligus etika spiritual.
Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty menambahkan, komitmen gereja terhadap lingkungan tidak boleh sebatas wacana.
“Terlebih penting daripada masuknya jargon-jargon eko-teologi dalam ajaran gereja adalah apakah ia juga muncul dalam rencana strategis gereja yang mewujud program-programnya,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya langkah konkret melalui kebijakan dan pelayanan agar gereja benar-benar menjadi teladan dalam kepedulian ekologis.
Dalam sesi dialog strategis yang dimoderatori Pdt. Nadia Manuputty, peserta diajak memberikan masukan konstruktif terkait buku panduan.
Sejumlah pemateri turut hadir. Kepala Biro Pengurangan Risiko Bencana PGI Pdt. Shuresj Tomaluweng mengingatkan agar gereja tidak bersikap abai terhadap kerusakan lingkungan.
“Kita tidak boleh menjadi gereja yang selamat diantara ciptaan yang rusak. Gereja Selamat, kalau ciptaan juga selamat,” tegasnya.
Ketua Auriga Nusantara, Timer Manurung, menyoroti laju deforestasi yang telah memicu krisis keanekaragaman hayati.
“Indonesia adalah negara dengan tingkat kepunahan spesies satwa tertinggi di dunia akibat deforestasi,” ungkapnya.
Sementara itu Wakil Sekretaris Jenderal AMAN Erasmus Cahyadi menekankan pentingnya percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat.
“Etika dan moralitas agama harus menjadi kekuatan untuk mendorong percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat, demi keadilan dan pengakuan hak-hak mereka,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa gereja perlu bersikap progresif menghadapi praktik perampasan tanah adat dan deforestasi.
Setelah sesi tanya jawab, peserta dibagi ke dalam tiga kelompok kerja tematik, yakni penyusunan silabus dan strategi diseminasi, aktivasi gereja, serta advokasi kebijakan.
Proses ini difasilitasi oleh sejumlah tokoh seperti Alfian R. Komimbin, Pdt. Muliathy Briany, dan Pdt. Ronald Rischard Tapilatu.
Hasil diskusi kemudian dipresentasikan dalam sesi pleno yang dipandu Juandi Gultom. Para peserta menyepakati peta jalan integrasi panduan ke dalam program prioritas gereja, mulai dari khutbah, pendidikan, hingga kegiatan komunitas.
Lokakarya ini menegaskan kembali pesan IRI Indonesia bahwa penyelamatan hutan bukan hanya soal ekologis, tetapi juga krisis moral dan spiritual.
Dengan hilangnya lebih dari 10 juta hektar hutan primer dalam dua dekade terakhir, kegiatan ini diharapkan menjadi momentum penting bagi komunitas agama untuk berdiri di garda terdepan menjaga kelestarian hutan tropis serta memperjuangkan keadilan ekologis.
Load more