Fidyah dalam bahasa Arab adalah bentuk dasar masdar dari kata dasar “fadaa” yang artinya menebus atau mengganti. Dikutip dari nu.or.id, secara terminologis istilah Fidyah adalah sejumlah harta benda dalam kadar tertentu yang wajib diberikan kepada fakir miskin sebagai ganti suatu ibadah yang telah ditinggalkan.
Fidyah biasanya diberikan akibat ditinggalkannya puasa Ramadhan oleh orang yang sakit berkepanjangan, atau orang lanjut usia yang tidak mampu melaksanakan puasa. Fidyah berfungsi untuk menggugurkan suatu kewajiban yang telah ditinggalkannya.
Pensyariatan fidyah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin” (QS. Al Baqarah: 184).
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
هُوَ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ لاَ يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا ، فَلْيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا
“(Yang dimaksud dalam ayat tersebut) adalah untuk orang yang sudah sangat tua dan nenek tua, yang tidak mampu menjalankannya, maka hendaklah mereka memberi makan setiap hari kepada orang miskin”.
Kadar dan Jenis Fidyah
Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa kadar fidyah adalah 1 mud bagi setiap hari tidak berpuasa.Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kadar fidyah yang wajib adalah dengan 1 sho’ kurma, atau satu aho’ syar’ir (gandum) atau 0,5 sho’ hinthoh (biji gandum) untuk masing-masing satu hari puasa yang ditinggalkan.
Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa fidyah satu mud bagi setiap hari yang ditinggalkan”.
Beberapa ulama mengatakan bahwa ukuran fidyah adalah setengah sho’ dari makanan pokok di negeri masing-masing (baik dengan kurma, beras, dan lainnya). Hal ini didasarkan dari fatwa beberapa sahabat diantaranya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Ukuran 1 sho’ sama dengan 4 mud. Satu sho’ dapat dikira-kira 3 kg. Setengah sho’ kira-kira 1½ kg.
Namun dalam masalah ini dikembalikan kepada ‘urf (kebiasaan yang lazim). Maka kita telah dianggap sah membayar fidyah jika telah memberi makan yang mengenyangkan kepada satu orang miskin untuk setiap satu hari puasa yang ditinggalkan.
Bolehkan fidyah diganti uang?
Mayoritas ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah melarang fidyah diganti dengan uang yang senilai dengan makanan karena dalam ayat dengan tegas dikatakan harus dengan makanan.
Perlu diketahui bahwa tidak boleh fidyah yang diwajibkan bagi orang yang berat berpuasa diganti dengan uang yang senilai dengan makanan karena dalam ayat dengan tegas dikatakan harus dengan makanan. Allah Ta’ala berfirman dalam al-Baqarah ayat 184,
فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Membayar fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.”
Sedangkan menurut Hanafiyah, fidyah boleh ditunaikan dalam bentuk qimah (nominal) yang setara dengan makanan yang dijelaskan dalam nash Al-Qur’an atau hadits, misalnya ditunaikan dalam bentuk uang.
Menurut Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, ulama Hanafiyyah cenderung lebih longgar memahami teks-teks dalil agama yang mewajibkan pemberian makan kepada fakir miskin. Menurutnya, maksud pemberian makanan untuk fakir miskin adalah memenuhi kebutuhan mereka, dan tujuan tersebut bisa tercapai dengan membayar qimah (nominal harta) yang sebanding dengan makanan.
Konsep jenis makanan pokok yang dinominalkan versi Hanafiyyah terbatas pada jenis-jenis makanan yang tercantum secara eksplisit dalam hadits Nabi, yaitu kurma, al-burr (gandum)/tepungnya, anggur, dan al-sya’ir (jewawut). Hanafiyyah tidak memakai standar makanan pokok sesuai daerah masing-masing. Adapun kadarnya adalah satu sho’ untuk jenis kurma, jewawut, dan anggur (menurut sebagian pendapat, kadarnya anggur adalah setengah sho’). Sedangkan gandum atau tepungnya adalah setengah sho’ untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Ukuran satu sho’ menurut Hanafiyyah menurut hitungan versi Syekh Ali Jum’ah dan Muhammad Hasan adalah 3,25 kg, berarti setengah sho’ adalah 1,625 kg. Sedangkan menurut hitungan versi Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami adalah 3,8 kg, berarti setengah sho’ adalah 1,9 kg.
Dengan demikian, cara menunaikan fidyah dengan uang versi Hanafiyyah adalah nominal uang yang sebanding dengan harga kurma, anggur atau jewawut, seberat satu sho’ (3,8 kg atau 3,25 kg) untuk per hari puasa yang ditinggalkan. Selebihnya berlaku kelipatan puasa yang ditinggalkan.
Bisa juga memakai nominal gandum atau tepungnya seberat setengah sho’ (1,9 kg atau 1,625 kg) untuk per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya berlaku kelipatan puasa yang ditinggalkan.
Cara membayar Fidyah
Inti dari membayar fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin. Membayar fidyah dapat diterapkan dengan dua cara
Memasak atau membuat makanan kemudian mengundang orang miskin sejumlah hari yang ditinggalkan selama puasa Ramadhan, ataupun dengan memberikannya secara langsung dengan mendatangi tempat tinggalnya.
Memberikan bahan makanan yang belum dimasak dan alangkah lebih baik dan sempurna jika turut memberikan sesuatu untuk dijadikan lauk.
Pemberian fidyah ini dapat dilakukan sekaligus. Misalnya membayar fidyah untuk 20 hari, maka dapat disalurkan kepada 20 orang miskin. Dapat pula diberikan kepada satu orang miskin selama 20 hari. Al Mawardi mengatakan, “Boleh saja mengeluarkan fidyah pada satu orang miskin sekaligus. Hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.”
Pemberian fidyah juga dapat diwakilkan. Seorang anak dapat mewakilkan pemberian fidyah atas nama orangtuanya yang sudah tua renta. Selain itu, jika tidak mengenal daerah tempat tinggal, pemberian fidyah juga dapat melalui badan amil zakat yang saat ini sudah tersebar di setiap daerah sehingga memudahkan orang-orang yang ingin membayar fidyah secara tepat sasaran. Namun, pemberian secara langsung memang lebih utama agar lebih mengenal dan akrab dengan fakir miskin.(awy)
Waktu tepat membayar fidyah
Ada banyak pendapat mengenai waktu yang tepat membayar fidyah. Seseorang dapat membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Anas bin Malik ketika beliau telah tua.
Mempercepat pembayaran fidyah sebelum masuk fajar atau subuh di bulan Ramadhan juga masih diperbolehkan. Pendapat ini dipilih oleh Ad-Darimi kata Imam Nawawi. Meskipun para ulama berbeda pendapat mengenai bolehkah mempercepat pembayaran fidyah untuk orang yang sudah tua renta dan sakit menahun, namun Imam Nawawi menyatakan ulama Syafii sepakat tidak boleh mempercepat pembayaran fidyah sebelum masuk Ramadhan.
Meski begitu, tidak masalah memajukan fidyah untuk satu hari saja, namun tidak untuk dua hari atau lebih. Imam Al-Khatib Asy-Syirbini mengatakan, “Tidak dibolehkan untuk wanita hamil dan menyusui memajukan fidyah dua hari atau lebih dari waktu berpuasa. Sebagaimana tidak boleh memajukan zakat untuk dua tahun. Namun, kalau memajukan fidyah untuk hari itu dibayar pada hari tersebut atau pada malamnya, seperti itu dibolehkan.” (Mughni Al-Muhtaj, 2:176)
Waktu pembayaran fidyah tidak dibatasi. Fidyah tidak harus ditunaikan pada bulan Ramadhan, bisa juga ditunaikan bukan pada bulan Ramadhan. Ayat yang mensyariatkan fidyah (QS. Al-Baqarah: 184) tidaklah menetapkan waktu tertentu sebagai batasan. Fidyah ditunaikan sesuai kelapangan, walau ditunda beberapa tahun.(awy)
Load more