Perempuan Nyaman Pakai Mukena saat Ihram Haji atau Umrah, Memang Boleh? Justru Ini Hukumnya Jawab Buya Yahya
- Tangkapan layar YouTube Al-Bahjah TV
Buya Yahya menegaskan, kalau perempuan tetap bersikeras mengenakan mukena yang ukurannya melampaui telapak tangan dan menutup wajah, maka tidak dianjurkan berdasarkan mazhab para ulama.
"Dalam mazhab yang dikukuhkan dalam Mazhab Imam Syafi'i dan jumhur ulama. Jadi, wajah harus terbuka, termasuk menggunakan masker tidak boleh di saat ihram haji atau umrah," paparnya.
Meski demikian, penggunaan masker dan sebagainya masih boleh saat ihram apabila sedang sakit, dengan peringatan harus membayar sesuatu sebagai penggantinya.
"Pilihannya ada tiga, antara menyembelih kambing berat, puasa tiga hari berat, ngasih makan tiga kali zakat fitrah," tuturnya.
Lantas, bagaimana mukena yang menutup tangan? Hal ini berkaitan dengan kebutuhan shalat di tengah pelaksanaan berihram.
Buya Yahya menerangkan ada yang namanya penggunaan sapu tangan atau sarung tangan, walaupun harus mengetahui pendapat dari para ulama agar tidak menimbulkan waswas.
Buya Yahya mengambil mazhab terkait penggunaan sarung tangan yang paling kuat lebih mengarahkan pada persoalan tidak boleh ada kain menutupi bagian telapak tangan.
"Ini pendapat yang dikukuhkan dalam Mazhab Syafi'i, Mazhab Maliki, dan juga Mazhab Hambali itu enggak boleh," ucapnya.
"Tapi, ada kemudahan dalam Mazhab Imam Syafi'i yang kedua ini barangkali yang terlanjut eh kok ketutup, ya sudahlah tangan tok tangan, kalau khilaf hanya di tangan," sambungnya.
Jika merujuk pada pembahasan Mazhab Imam Abu Hanifah, Buya Yahya mengatakan, telapak tangan yang tertutup sarung tangan tidak ada masalah apa pun.
"Sehingga orang perempuan memakai kaos tangan pun juga tidak apa-apa. Cuma kami sampaikan ini hanya pendapat untuk meringankan, jangan sampai nanti ada kegelisahan hanya gara bajunya turun lalu kena apalagi kalau musim dingin tidak kuat," bebernya.
Buya Yahya mempersoalkan jemaah yang sudah uzur maka diwajibkan menutupi bagian tangan atau wajahnya, terlebih lagi kalau rentan sakit saat berihram.
Bagi Buya Yahya, kondisi seperti ini diperbolehkan akan tetapi harus membayar Dam, suatu denda atau kompensasi yang harus dibayar apabila jemaah melanggar salah satu ketentuan haji atau umrah.
Load more