Kedua, bertakbir adalah bentuk syukur dan pengagungan atas hidayah Allah, bahwa hanya dengan pertolongan-Nya setiap manusia mampu menunaikan ibadah Ramadhan.
Ketiga, bersyukur menjadi ujung dari perjalanan spiritual ini, bukan hanya ucapan, tapi tercermin dalam sikap dan perilaku yang lebih bertakwa.
Maka, Idul Fitri adalah saat terbaik untuk mengevaluasi diri masing-masing apakah puasa yang dijalankan sudah benar-benar melahirkan pribadi yang lebih tunduk, lebih jujur, dan lebih peduli kepada sesama. Jika ya, maka takbir bukan hanya gema suara, tapi gema takwa dalam jiwa.
Takbir pada malam Idul Fitri bukan sekadar tradisi yang diulang dari tahun ke tahun. Tetapi seruan spiritual yang membuncah dari hati yang penuh rasa syukur.
Ketika mengucapkan, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illallaah, wallaahu akbar” sejatinya setiap umat Islam sedang mengakui bahwa seluruh kemampuannya untuk menunaikan puasa, qiyamul lail, dan memperbanyak amal selama Ramadhan bukanlah karena kekuatan dari dirinya sendiri.
Itu semua adalah karunia dan hidayah dari Allah. Tanpa pertolongan dan kemudahan dari-Nya, betapa beratnya menahan lapar dan dahaga, mengendalikan emosi, serta menahan diri dari keburukan selama satu bulan penuh di Ramadhan.
Lebih dari itu, gema takbir menjadi pengingat bahwa hari raya bukanlah tentang selebrasi lahiriah semata. Takbir adalah penjaga hati agar tidak lalai di tengah kegembiraan duniawi.
Load more