Munggahan Jelang Ramadhan, Kata Buya Yahya Itu…
- Ilustrasi/istockphoto
tvOnenews.com - Ada satu kebiasaan masyarakat Indonesia ketika menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, salah satunya adalah munggahan.
Munggahan adalah istilah yang digunakan dalam tradisi masyarakat Jawa Barat menjelang memasuki bulan Ramadhan.
Ketika munggahan, biasanya diadakan acara makan bersama, bermaaf-maafan, hingga mendoakan orang-orang terdahulu.
Selain itu, kadang ada yang menambahkan dengan ziarah kubur bersama anak dan saudara, bersih-bersih fasilitas ibadah seperti mencuci karpet hingga mengecat dinding masjid.
Lantas bagaimana hukum tradisi munggahan dalam pandangan Islam?
Prof. Yahya Zainul Ma'arif, Lc., M.A., Ph.D. atau yang akrab disapa Buya Yahya menjelaskan kedudukan hukum tradisi munggahan atau ruwahan dalam pandangan Islam.
“Jadi tradisi yang ada di masyarakat kita menjelang ramadhan membuat makanan itu (memiliki) makna yang agung,” katanya Buya Yahya, dikutip tvOnenews.com dari ceramahnya yang diunggah di kanal Youtube Al Bahjah TV.
Tradisi munggahan biasanya dibagi menjadi dua, yakni untuk mereka yang masih hidup dan yang sudah meninggal dunia.
“Untuk yang masih hidup kita menjalin silaturahmi dengan saling bermaafan dan bertukar makanan. Itu suasana indah, dan jangan dihilangkan,” jelasnya.
Menurutnya, momen tersebut bisa menjadi mukadimah atau pembuka untuk membangun keakraban menjelang memasuki bulan ramadhan.
“Sah-sah saja itu,” tegas Buya Yahya.
Kemudian ada pula di dalamnya doa-doa untuk orang-orang beriman yang sudah meninggal dunia terlebih dahulu. “Jelas sah bahkan dianjurkan,” katanya.
“Sebab secara umum kegiatannya baik, menjalin silaturahmi dan mendoakan orang,” tandasnya.
Apabila terdapat kesalahan seperti menyebut ruh-ruh yang tidak jelas siapa dan asalnya harus dihilangkan. Sebagaimana pada zaman dahulu ada tradisi yang dicampur dengan ritual-ritual perdukunan.
Wallahu’alam bishawab
(amr/put)
Load more