Rudalnya Hujani Target Militan Houthi di Yaman, Inggris dan Amerika Serikat Justru Dalam Keadaan Bahaya. Ini Alasannya
- ANTARA
Jakarta, tvOnenews.com- Di tengah serangan udara yang dilancarkan pasukan gabungan Amerika Serikat dan Inggris, Presiden AS Joe Biden mengabarkan kepada dunia bahwa pasukan negaranya bersama-sama dengan Inggris berhasil melakukan serangan ke sejumlah target milik "pemberontak" Houthi.
Serangan dari negara-negara "Anglo-Saxon" itu dilakukan dengan argumen bahwa Houthi telah membahayakan kebebasan bernavigasi di Laut Merah yang merupakan salah satu jalur pelayaran penting di rute laut internasional.
Seperti diketahui, Houthi telah melakukan berbagai serangan dengan menggunakan rudal dan drone atau pesawat nirawak kepada sejumlah kapal layar dan kapal kargo yang melintasi di Laut Merah.
Hal tersebut dilakukan Houthi sebagai respons atas serangan biadab yang dilakukan Israel ke Gaza, yang hingga medio Januari ini telah menewaskan lebih dari 23.000 warga Palestina.
Terkait dengan serangan gabungan AS-Inggris ke Yaman, berdasarkan data dari Komando Sentral Amerika Serikat, serangan itu menghantam lebih dari 60 target di lokasi militan Houthi.
Serangan tersebut dimaksudkan untuk melumpuhkan kemampuan Houthi dalam menyimpan hingga melakukan peluncuran rudal serta drone yang membahayakan pelayaran di Laut Merah.
Serangan itu dilaksanakan dengan meluncurkan lebih dari 100 amunisi rudal yang disebut memiliki presisi tinggi. Sejumlah warga di Yaman membenarkan adanya ledakan di pangkalan militer dekat bandara di ibu kota negara itu, Sana'a, serta di Kota Taiz.
Akibat serangan AS-Inggris itu, banyak orang yang berkerumun di kota-kota Yaman untuk melakukan aksi protes terhadap tindakan teror yang dilancarkan kepada mereka oleh dua negara Barat tersebut.
Dampak pelayaran global
Aksi Houthi dengan rudal dan dronenya memang membuat dampak yang signifikan bagi pelayaran internasional, sehingga berdampak pula kepada banyak pelaku perekonomian di berbagai wilayah di dunia.
Serangan ke berbagai kapal laut itu tentu saja sangat berpotensi untuk meningkatkan biaya pengiriman barang global yang melalui jalur Laut Merah.
Apalagi, data dari laman berita marinelink.com menyebutkan bahwa dalam waktu normal, bisa lebih dari 23.000 kapal yang melewati Selat Bab al-Mandab di Laut Merah, yang memudahkan Houthi untuk memilih target yang akan mereka sasar.
Ancaman dari Houthi tersebut juga membuat perhitungan premium bisa bertambah karena banyak perusahaan asuransi pengapalan yang menyatakan kawasan Laut Merah selatan (di dekat Yaman) sebagai daerah yang berbahaya.
Selain itu, masih menurut marinelink.com, kondisi di Laut Merah juga mengakibatkan tarif harian rata-rata untuk kapal supertanker (kapasitas maksimal 2 juta barel minyak mentah), telah meningkat menjadi lebih dari 60.000 dolar AS (sekitar Rp932,29 juta) per hari pada Desember 2023.
Padahal, pada November 2023, tarif harian tersebut rata-rata masih di kisaran 40.000 dolar AS (sekitar Rp621,52 juta) per hari.
Hal itu mengakibatkan ada perusahaan pelayaran yang memilih untuk mengubah rute kapal dengan memutar lebih jauh melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan.
Banyak pula yang akhirnya memutuskan untuk berhenti mengirim kapal ke kawasan Laut Merah karena bahaya ancaman dari serangan Houthi tersebut.
Biaya serangan militer
Selain dampak perekonomian kepada sektor pelayaran internasional, ada pula faktor lainnya yang penting untuk diungkap terkait dengan balas-membalas serangan di Laut Merah ini, yaitu biaya untuk melakukan serangan militer.
Seperti disebut laman majalah daring responsiblestatecraft.org, AS harus mengeluarkan biaya yang besar dalam rangka melaksanakan perannya sebagai "pembela utama" dari jalur pelayaran global di Laut Merah.
Ongkos yang dikeluarkan untuk itu juga sangat signifikan. Diketahui bahwa setiap amunisi yang digunakan untuk menembak jatuh rudal dan drone Houthi memiliki kisaran harga 1 juta - 3,4 juta dolar AS (sekitar Rp15 miliar hingga Rp52 miliar).
Load more