Jakarta, tvOnenews.com - Pada Lebaran 2023 ini disebut oleh sejumlah pihak akan ada perbedaan dalam penentuan 1 Syawal 1444 Hijriah.
“Seorang ahli astronomi di Arab Saudi menyatakan bahwa perhitungan menunjukkan bahwa hari Jumat akan menjadi hari pertama Idul Fitri,” begitulah isi penjelasan yang dikutip dari artikel tersebut.
Presiden Astronomical Society di Jeddah, Majed Abu Zahra, mengatakan bahwa akan terjadi fenomena konjugasi sebelum matahari terbenam pada Kamis malam, 29 Ramadhan yang bertepatan dengan tanggal 20 April 2023.
Sementara, Pusat Astronomi Internasional mengatakan bahwa Idul Fitri kemungkinan besar pada hari Sabtu. Hal ini karena tidak ada kemungkinan untuk melihat bulan sabit Syawal pada hari Kamis.
Badan astronomi yang berbasis di Abu Dhabi itu mengatakan dalam sebuah pernyataan di akun Twitternya bahwa prediksinya didasarkan pada informasi astronomi dan tanggal pasti Idul Fitri hanya akan dikonfirmasi oleh otoritas terkait berdasarkan penampakan bulan baru.
Sementara di Indonesia, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan bahwa Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri jatuh pada Jumat (21/4/2023).
Penetapan kapan Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri itu merupakan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Keputusan itu tertuang dalam dokumen hasil hisab yang ditandatangani oleh Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Iman Fathurahman dan Sekretaris Mohammad Mas'udi.
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, penentuan Hari Raya Idul Fitri atau lebaran pemerintah putusan berdasarkan hasil sidang isbat yang biasanya digelar jelang Syawal atau tepatnya pada tanggal 29 Ramadhan.
‘Disaat ada perbedaan pendapat seperti ini sebab negara harus tentram maka ada kaidah besar apa yang diambil. Pemerintah itu yang kita patuhi untuk menghindari khilaf,” ujar Buya Yahya sebagaimana dikutip oleh tvOnenews dari kanal YouTube Buya Yahya pada Kamis (20/4/2023).
Buya menjelaskan bahwa sebenarnya ada tiga ketentuan dalam menentukan kapan Lebaran. Namun apapun yang digunakan oleh pemerintah dalam hal ini Kemenag, seluruh masyarakat Indonesia dianjurkan mengikutinya.
“Satu hilal, dua perbedaan matlak, ketiga dengan hisab, ini perbedaan pendapat. Jadi ada tiga model kita boleh menggunakan, meski hisab walaupun itu lemah,” jelas Buya Yahya.
“Jadi boleh kita seperti Imam Syafi'i setiap tempat boleh berbeda-beda hari rayanya, atau ikuti ulama Jumhur yang jika satu hari raya yang lain sudah harus ikut,” tambah Buya Yahya.
Buya Yahya kemudian menceritakan riwayat tentang Kuraib dan Sayyidina bin Abbas, Kuraib datang dari Syam ke Madinah dan bertemu Sayyidina bin Abbas.
“Sayyidina bin Abbad bertanya kepada Kuraib kamu kapan lihat hilal? Kuraib jawab saya lihat hari Jumat, lalu Sayyidina bin Abbas berkata oh hari Jumat saya melihat hari Sabtu," ujar Buya Yahya.
“Kemudian kata Kuraib tapi saya sampaikan ke Muawiyah dan Muawiyah menyuruh orang untuk puasa hari Jumat, maka Syam dengan Madinah beda Lebarannya,” tambah Buya Yahya.
Maka Buya Yahya menegaskan bahwa tidak ada masalah perbedaan kapan Lebaran karena Syam dan Madinah saya saat itu berbeda berdasarkan hadits shahih.
“Makanya jika pemerintah tidak mengambil Mazhab Syafi'i tapi mengambil mazhab Malik atau Jumhur misal di India hari raya kita harus hari raya misalnya diseragamkan seluruhnya oh itu diambil oleh pemerintah kita harus ikut walaupun itu bukan Mazhab Syafi'i,” tandas Buya Yahya.
“Atau saat pemerintah tiba-tiba mengambil hisab jika itu sudah diambil pemerintah jangan dilawan,” tambahnya.
Karena hukumnya hakim itu menganggap hilal. Menurut Buya Yahya yang berbahaya jika hakim belum memutuskan tapi sudah diputuskan ini yang membuat khilaf.
“Jadi jika mendahulukan pemerintah ini membuat khilaf,” katanya.
Buya menegaskan bahwa pemerintah punya perangkat dan orang-orang yang ahli. Maka apa yang digunakan untuk menentukan kapan Lebaran tak menjadi masalah.
“Jika mau pakai hilal yang hilal kalau mau pakai hisab ya mereka juga punya ahlinya, alatnya dan segalanya sudah cukup serahkan kepada pemerintah,” tegas Buya Yahya.
Buya Yahya menjelaskan bahwa masalah penetapan awal bulan Itu bukan urusan orang awam.
“Jika itu masalah itu salah ulama. Sementara ulama dulu tidak pernah mempermasalahkan masalah ini,” kata Buya Yahya.
“Kecuali tugasnya ulama diambil oleh orang awam yang tidak mengerti,” tambah Buya Yahya.
Load more